Senin, 12 April 2010

lapangan gasibu

LAPANGAN GASIBU
Sejarah
Keberadaan Lapangan Gasibu dan sekitarnya tidak dapat terlepas dari sejarah perencanaan Kompleks Gedung Sate yang berada pada sisi selatannya. Kedua ruang terbuka yang saling berkaitan pada awalnya dirancang oleh Tim Perancang Ibu Kota Nusantara yang dipimpin oleh Genie V. L. Slors untuk pembangunan gedung instansi pemerintah pusat di Bandung. Perancangan kompleks gedung tersebut merupakan bagian dari usaha pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Hindia Belanda dari Batavia ke Kota Bandung.
Kompleks ini ditata saling berhadap-hadapan dan ditengah-tengahnya terdapat taman yang memanjang, bersumbu (seolah-olah) menuju Gunung Tangkubanperahu. Alasan pemilihan rancangan Gerber tersebut karena dianggap memiliki gaya dan langgam arsitektur yang memiliki nuansa tradisional nusantara.
Keberadaan Kompleks Gedung Sate –Lapangan Gasibu hingga tahun 1980-an telah menjadi salah satu tengaran di kota Bandung. Pada tahun 1985 dibangunlah Boulevard MPRJB yang terletak di sebelah utara Lapangan Gasibu, memanjang pada sumbu imajiner yang menghubungkan Gedung Sate dan Tangkuban Perahu. Salah satu latar belakang dibangunnya bangunan ini adalah untuk melanjutkan rencana yang telah digagas sebelumnya yaitu membangun kompleks ini menjadi ruang kota dengan karakter formal untuk mendukung fungsi Kompleks Gedung Sate sebagai fasilitas perkantoran pemerintah yang bersifat formal. Hingga tahun 1995-an ketika diselenggarakan peresmian monument, Lapangan Gasibu belum menunjukan keberagaman aktivitas seperti sekarang ini. Kegiatan yang umumnya dilakukan di lokasi ini adalah olahraga dan kegiatan komunal lain seperti upacara-upacara hari besar nasional, pameran-pameran terbuka yang diselenggarakan oleh pemerintah dan kegiatan keagamaan yang juga diselenggarakan oleh pemerintah seperti Shalat hari Raya Idul Fitri, dan lain-lain.
Pada awalnya, ruang Lapangan Gasibu bernama Wilhelmina Plein lalu berubah menjadi Lapangan Diponegoro sekitar tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an, tempat ini sempat menjadi tempat permukiman liar. Nama Gasibu adalah kependekan dari Gabungan Sepakbola Indonesia Bandung Utara (GASIBU) karena ruang terbuka ini pernah menjadi tempat berlatih beberapa klub sepakbola masyarakat yang berada didaerah Bandung Utara dan bertahan hingga sekarang.
Geografis
Lapangan Gasibu terletak di kawasan Bandung Utara. Bandung terletak pada koordinat 107° BT and 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, dengan demikian, sebagai ibu kota provinsi, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya. Kota Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan. Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin). Letak Bandung yang geografis menjadikannya kota besar di daerah pegunungan yang nyaman, berhawa sejuk, lengkap dengan panorama alam yang indah berkat dataran tinggi dan gunung-gunung di sekelilingnya.
Ekonomi
Lapangan Gasibu saat ini memiliki peran yang sangat penting bagi kota Bandung. Pada awalnya, ruang terbuka ini dirancang sebagai ruang public formal sebagai bagian dari Kompleks Gedung Sate. Dalam beberapa tahun terakhir, ruang terbuka public ini mengalami peningkatan dalam keragaman aktivitasnya. Beragam kegiatan ekonomi, politik, social dan budaya menjadi keragaman aktivitas yang diselenggarakan disana. Pasar yang terjadi secara spontan adalah salah satu fenomena urban vernacular yang terjadi di lapangan Gasibu setiap minggu. Praktis kegiatan ekonomi di Lapangan Gasibu menjadi sangat meningkat dengan adanya pasar kaget tersebut. Terlebih, disekitar Lapangan Gasibu terdapat kegiatan perekonomian, seperti restoran, toko, dan pedagang kaki lima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar