Senin, 12 April 2010

lapangan gasibu

LAPANGAN GASIBU
Sejarah
Keberadaan Lapangan Gasibu dan sekitarnya tidak dapat terlepas dari sejarah perencanaan Kompleks Gedung Sate yang berada pada sisi selatannya. Kedua ruang terbuka yang saling berkaitan pada awalnya dirancang oleh Tim Perancang Ibu Kota Nusantara yang dipimpin oleh Genie V. L. Slors untuk pembangunan gedung instansi pemerintah pusat di Bandung. Perancangan kompleks gedung tersebut merupakan bagian dari usaha pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Hindia Belanda dari Batavia ke Kota Bandung.
Kompleks ini ditata saling berhadap-hadapan dan ditengah-tengahnya terdapat taman yang memanjang, bersumbu (seolah-olah) menuju Gunung Tangkubanperahu. Alasan pemilihan rancangan Gerber tersebut karena dianggap memiliki gaya dan langgam arsitektur yang memiliki nuansa tradisional nusantara.
Keberadaan Kompleks Gedung Sate –Lapangan Gasibu hingga tahun 1980-an telah menjadi salah satu tengaran di kota Bandung. Pada tahun 1985 dibangunlah Boulevard MPRJB yang terletak di sebelah utara Lapangan Gasibu, memanjang pada sumbu imajiner yang menghubungkan Gedung Sate dan Tangkuban Perahu. Salah satu latar belakang dibangunnya bangunan ini adalah untuk melanjutkan rencana yang telah digagas sebelumnya yaitu membangun kompleks ini menjadi ruang kota dengan karakter formal untuk mendukung fungsi Kompleks Gedung Sate sebagai fasilitas perkantoran pemerintah yang bersifat formal. Hingga tahun 1995-an ketika diselenggarakan peresmian monument, Lapangan Gasibu belum menunjukan keberagaman aktivitas seperti sekarang ini. Kegiatan yang umumnya dilakukan di lokasi ini adalah olahraga dan kegiatan komunal lain seperti upacara-upacara hari besar nasional, pameran-pameran terbuka yang diselenggarakan oleh pemerintah dan kegiatan keagamaan yang juga diselenggarakan oleh pemerintah seperti Shalat hari Raya Idul Fitri, dan lain-lain.
Pada awalnya, ruang Lapangan Gasibu bernama Wilhelmina Plein lalu berubah menjadi Lapangan Diponegoro sekitar tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an, tempat ini sempat menjadi tempat permukiman liar. Nama Gasibu adalah kependekan dari Gabungan Sepakbola Indonesia Bandung Utara (GASIBU) karena ruang terbuka ini pernah menjadi tempat berlatih beberapa klub sepakbola masyarakat yang berada didaerah Bandung Utara dan bertahan hingga sekarang.
Geografis
Lapangan Gasibu terletak di kawasan Bandung Utara. Bandung terletak pada koordinat 107° BT and 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung adalah 16.767 hektare. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat, dengan demikian, sebagai ibu kota provinsi, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya. Kota Bandung terletak pada ketinggian ±768 m di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level), dengan di daerah utara pada umumnya lebih tinggi daripada di bagian selatan. Ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 msl, sedangkan di bagian selatan adalah ±675 msl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin). Letak Bandung yang geografis menjadikannya kota besar di daerah pegunungan yang nyaman, berhawa sejuk, lengkap dengan panorama alam yang indah berkat dataran tinggi dan gunung-gunung di sekelilingnya.
Ekonomi
Lapangan Gasibu saat ini memiliki peran yang sangat penting bagi kota Bandung. Pada awalnya, ruang terbuka ini dirancang sebagai ruang public formal sebagai bagian dari Kompleks Gedung Sate. Dalam beberapa tahun terakhir, ruang terbuka public ini mengalami peningkatan dalam keragaman aktivitasnya. Beragam kegiatan ekonomi, politik, social dan budaya menjadi keragaman aktivitas yang diselenggarakan disana. Pasar yang terjadi secara spontan adalah salah satu fenomena urban vernacular yang terjadi di lapangan Gasibu setiap minggu. Praktis kegiatan ekonomi di Lapangan Gasibu menjadi sangat meningkat dengan adanya pasar kaget tersebut. Terlebih, disekitar Lapangan Gasibu terdapat kegiatan perekonomian, seperti restoran, toko, dan pedagang kaki lima.

Minggu, 11 April 2010

Linkungan Sosial Budaya Sebagai Penyangga Kota

Linkungan Sosial Budaya Sebagai Penyangga Kota

1.1 Kota dan Penyangganya
Kota adalah tempat kita tinggal. Kota menyediakan berbagai kebutuhan kita: sandang, pangan, dan papan. Kota sebagai sebuah fenomena ”urban” memberikan kita lingkungan sosial budaya dan ekonomi yang sangat menentukan preferensi dan perilaku kita. permukiman kota sebagai keseluruhan yang meliputi kota sebagai tempat tinggal dengan lingkungan sosial ekonomi dan budaya yang mempengaruhi.
kota seringkali dianggap hanya sebagai hanya sebuah ”kota”. Makna ini tidak lebih luas dari sebuah urban.Ada dua kecenderungan yang dibawa oleh perbedaan pemahaman antara kedua istilah tersebut. Pertama, city planning melihat kota secara analitis, dibagi menurut komponen-komponennya: fisik geografis, tata guna lahan, sosial ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan. Sementara itu, urban planning memiliki makna yang dalam yang diamati secara empiris, seperti pola kehidupan masyarakat, protes sosial, organisasi, dan pemerintahan.

Terdapat jargon bagi sebagian orang, “kota telah berubah”. Dalam benak sebagian besar orang, kota memiliki dinamika yang cepat. Perubahan komponen-komponennya, baik itu yang berasal dari lingkungan fisik, ekonomi, maupun budaya, seringkali tidak dapat diprediksikan. Rencana, kalau pun itu ada, biasanya dituding lebih lambat dibandingkan dengan perubahan yang tengah berlangsung tersebut.
Pada sisi yang lain, ”kota yang berubah” dipahami dari perubahan paradigma kita memandang kota sebagai sebuah entitas. Makna yang lainnya dari ”kota telah berubah” adalah kota dipandang sebagai lingkungan liar yang tak ramah. Apabila dalam kerangka pandang modern, kota merupakan sebagai sesuatu yang memiliki keajegan, maka dalam paradigma baru ini kota identik dengan ”ketidakteraturan”. Dalam kerangka pandang ini pula, sebuah kota dianggap dapat dikendalikan atau dikontrol sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Hal ini berbeda dengan kerangka pandang postmodern, yang melihat kota sebagai entitas kota yang chaotic dan selalu berubah.

penyangga kota merupakan daerah yang sangat strategis dilihat dari letaknya, sehingga dampak positif yang timbul dari kestrategisnya sangat menguntungkan bagi perkembangan pembangunan daerah penyangga kota tersebut. baik sektor ekonomi yang mendatangkan kontribusi terhadap PAD, yakni sektor industri, jasa dan perdagangan, maupun sektor sosial budaya yang dapat berpengaruh terhadap proses pengembangan sumber daya manusia, dan profit lainnya seperti, informasi, apabila di optimalkan sanggup menangkap kecendrungan globalisasi dan teknologi dari kota dan ke daerah penyangga kota.

Selain dampak positif yang menguntungkan bagi pembangunan, juga dampak negatif yang dapat menimbulkan kendala bagi kelangsungan pembangunan di daerah penyangga kota jika tidak ditangani secara kondusif, seperti urbanisasi yang berdampak pada pengangguran dan kriminalitas serta kasus – kasus sosial yang mengancam stabilitas keamanan, politik, ekonomi dan lainnya, pencemaran lingkungan yang di hasilkan terutama oleh industri ditambah dengan sampah rumah tangga atau perdagangan yang tidak terkelola dengan baik, dampak ini sanggup mengancam kehidupan komunitas masyarakat terutama pada sektor kesehatan serta kelangsungan hidup lingkungan sebagai ruang lingkup manusia ( bumi, air dan udara ).

Dalam merencanakan penyangga kota sangatlah dibutuhkan perencanaan kolektif yang terencana demi kemanusiaan dan keserasian sehingga aktifitas manusianya dapat didukung fasilitas dan ruang yang memadai demi kesinambungan pembangunan ke depan sebagai ruang wilayah kota.

1.2 Dinamika Perubahan Kultur Sosial-Budaya Pada Kota
Untuk menggambarkan kondisi kota yang selalu berubah tersebut dapat dilihat di dalam lansekap kota. Kota senantiasa dicirikan dengan dualisme karakter: wilayah produktif – berkembang dan terpencil, pejalan kaki – wilayah padat kendaraan yang macet. Kota senantiasa menampilkan karakternya yang tidak stabil dan tidak ada yang berarti untuk waktu yang relatif lama. Perubahan pada suatu lokasi akan diikuti oleh perubahan pada titik atau area lainnya yang menciptakan adanya organisasi mandiri.
Salah satu contohnya adalah Kota Bogor, dimana di masa kolonial, kota Bogor merupakan salah satu kota terpenting. Bahkan Bogor (Buitenzorg) pernah berfungsi sebagai ibukota pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sama halnya dengan yang terjadi di kota-kota lain di Indonesia, tumbuhnya kawasan pecinan di kota Bogor salah satunya karena faktor politik, yaitu peraturan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda yang diskriminatif pada warga Tionghoa.
Dalam Regeringsreglement tahun 1854, masyarakat Hindia Belanda dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu Europeanen (golongan orang Eropa), Vreemde Oosterlingen (Timur Asing), dan Inlander (pribumi). Pada pembagian secara rasial ini, orang Tionghoa dimasukkan dalam kelompok Timur Asing bersama orang India, Arab, dan Melayu. Pemisahan ini dimaksudkan untuk alasan keamanan. Mereka diharuskan mengenakan pakaian khas, ciri khas fisik kelompok masing-masing, seperti penggunaan thaucang (kuncir) bagi para pria Tionghoa. Khusus untuk istilah golongan Vreemde Oosterlingen merupakan pergeseran nama dari Vreemdelingen yang berlaku pada abad ke-17 dan ke-18.
Peraturan berikutnya adalah wijkenstelsel, pemusatan permukiman orang Tionghoa, yang dikeluarkan pada tahun 1866 dan dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indië No 57. Peraturan ini menyebutkan bahwa para pejabat setempat menunjuk tempat-tempat yang dapat digunakan sebagai wilayah permukiman orang Tionghoa dan Timur Asing lainnya. Peraturan ini untuk alasan keamanan. Bertujuan agar orang-orang tersebut mudah diawasi. Mereka yang melanggar dengan tetap tinggal di luar dari wilayah yang telah ditentukan akan dikenai sanksi penjara atau denda sebesar 25-100 gulden dengan diberi batas waktu tinggal.
Peraturan wijkenstelsel dapat dikatakan sebagai aturan yang menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda, termasuk di kota Bogor. Semula tujuan pemerintah kolonial melalui aturan Passenstelsel dan Wijkenstelsel itu untuk mencegah interaksi pribumi dengan etnis Tionghoa , namun seiring dengan itu menciptakan pula konsentrasi kegiatan ekonomi orang Tionghoa di perkotaan. Ketika perekonomian dunia beralih ke sektor industri, orang-orang Tionghoa ini yang paling siap dengan spesialisasi usaha makanan-minuman, jamu, peralatan rumah tangga, bahan bangunan, pemintalan, batik, kretek dan transportasi.
Pemberlakuan zona pemukiman etnis ini turut menentukan karakter arsitektur Kota Bogor. Kota Bogor tumbuh dari konsentrasi tiga kawasan etnis yang ditentukan pemerintahan kolonial: Eropa, Cina, dan pribumi. Masing-masing kawasan memiliki kekhasan dan karakter masing-masing.
Zona permukiman masyarakat Eropa ditandai dengan berbagai gedung pemerintahan dan fasilitasnya, permukiman yang didominasi rumah vila yang berpekarangan luas, dan berbagai fasilitas umum dan bangunan komersial (kantor, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain). Zona Eropa menempati porsi lahan terbesar. Zona Eropa di Bogor dapat kita tandai mulai di sekeliling Kebun Raya Bogor, gedung institusi pemerintah di sepanjang Jalan Ir Juanda, Jalan A Yani, hingga daerah Ciwaringin dan daerah Taman Kencana.
Zona pemukiman masyarakat Tionghoa berkembang dan di sepanjang Jalan Suryakencana. Kawasan ini terletak tepat di antara dua sungai (Ciliwung di timur dan Cipakancilan di barat). Masyarakat Tionghoa terbagi dalam beberapa golongan sosial. Golongan pedagang terkonsentrasi di sekitar Pasar Bogor sedangkan golongan bawah mendiami ruko sewa dan rumah petak di balik ruko. Kebanyakan golongan elite menghuni bagian selatan. Rumah mereka biasanya mencirikan gaya arsitektur Barat.
Seiring perkembangan zaman, kawasan Pecinan di kota Bogor mengalami perubahan, baik dari segi fisik maupun sosial budaya. Perubahan fisik yang terjadi berupa perubahan fisik bangunan dan perubahan sosial ditandai tingkat kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Apalagi setelah dihapuskannya peraturan Wijkenstelsel pada tahun 1915, pembauran permukiman Cina dan Pribumi semakin pesat di kawasan.
Namun satu hal perlu kita cermati adalah adanya kecenderungan perubahan yang terjadi, baik dari aspek fisik, ekonomi maupun sosial berdampak negatif pada keberadaan kekhasan kawasan Pecinan ini. Lebih jauh lagi mengancam hilangnya sebuah warisan budaya di kota tercinta ini, yang selama berabad-abad mewarnai dinamika kehidupan masyarakat kota Bogor. Sudah saatnya semua pihak, baik pengambil kebijakan maupun masyarakat bersama-sama mengupayakan terwujudnya suatu kawasan Pecinan yang moderen, namun tetap memiliki kekhasan budaya serta menjadi warisan budaya yang dapat dibanggakan.


2.1 Serjarah Permaslahan Perencanaan Kota

Sejak 1960-an, perencanaan kota lebih dilihat sebagai suatu sistem dari pada produk fisik. Yaitu merencanakan sistem suatu kota yang pada dasarnya merupakan akumulasi dari sistem-sistem yang lebih kecil di dalam kota yang saling berhubungan, seperti jaringan jalan kota, dan sistem jaringan air kota. Konsep ini lebih didasari pada nilai sosial dan kebudayaan dari kota, yang pada akhirnya melibatkan banyak keilmuan dalam merencanakan suatu kota. Hingga akhir 1960, yang dianggap sebagai awal dari jaman Postmodern, perencanaan kota lebih cenderung pada perencanaan yang komprehensif, yang mempertahankan keragaman dan pluralisme. Masyarakat dengan bebas menentukan nilai-nilai unik yang mereka miliki, dan menjadi pertimbangan yang signifikan pada perencanaan kota. Bisa diambil contoh yaitu proses pengambilan keputusan terhadap perencanaan suatu kawasan di banyak negara maju yang saat ini lebih bersifat bottom-up. Perkembangan teori perencanaan kota sangat tergantung pada perkembangan kota itu sendiri (urban development). Paul Balchin, David Isaac, dan Jean Chen (2000), menggambarkan siklus perkembangan kota sebagai kurva yang meningkat sejak abad 18 sampai pertengahan abad 19. Kurva ini bisa dijelaskan
sebagai berikut:
1. Proses urbanisasi,Yaitu proses tumbuhnya kota karena perpindahan penduduk dari rural ke urban yang diawali dengan adanya Revolusi Industri pada abad 18.
2. Proses urbanisasi atau sub-urbanisasi menimbulkan berkembangnya sektor jasa yang cukup pesat dan kegiatan manufaktur yang cenderung memilih lokasi pinggiran/ luar pusat kota, sehingga pada tahap ini menyebabkan tumbuhnya suburban-suburban.
3. Proses sub-urbanisasi yang diikuti dengan menurunnya populasi di pusat kota.
4. Proses re-urbanisasi atau de-urbanisasi Yaitu proses yang disebabkan oleh berkembangnya suburban menjadi urban.


Gambar 1. Kurva Perkembangan Kota
(Urban Development) (Balchin etal., 2000, p.246

Dilihat dari sekuen waktu teori perkembangan kota diatas, teori perencanaan kota mulai
berkembang pada tahap urbanisasi dan suburbanisasi, dimana sudah dikenal adanya pertumbuhan daerah pinggiran kota. Pusat kota tumbuh pesat akibat Revolusi Industri (urbanisasi) dan dipicu dengan rusaknya kota karena Perang Dunia Pertama, penguasa kota baru menyadari pentingnya merencanakan suatu kota, dengan menganggap perencanaan kota sebagai bagian dari arsitektur yang lebih makro. Proses sub-urbanisasi mengikuti proses urbanisasi, selama Perang Dunia Kedua, memandang kota lebih kepada integrasi dari banyak sistem didalam kota, termasuk sistem yang menyatukan pusat kota dan daerah pinggiran yang mulai tumbuh. Pada proses re-urbanisasi atau deurbanisasi, yaitu sejak abad 21, lebih banyak dipengaruhi oleh issue globalisasi. Dengan berkembangnya kegiatan ekonomi dan manufaktur, cenderung pula mendorong tumbuhnya kawasan-kawasan industri baru yang didominasi oleh jasa produksi dan keuangan. Kawasan industri baru ini berpengaruh pula pada struktur kota dan sosial secara keseluruhan. Seperti contoh terjadinya pergeseran dari pusat hunian di pusat kota ke daerah pinggiran, atau menurut Saskia Sassen ke daerah pedalaman, dimana kelompok orang dengan income sangat tinggi memilih untuk tinggal di daerah pedalaman dan mengendalikan ekonomi dari tempat tinggal mereka. Struktur sosial, seperti contoh terciptanya kelompok income baru, yaitu dengan income sangat tinggi, dan terciptanya lapangan pekerjaan baru sesuai dengan kebutuhan kegiatan manufaktur dan jasa. jika diaplikasikan bagi perencanaan kota abad 21 (Ward, 2002). Perkembangan kota abad 21 yang secara mendasar aktifitasnya didorong oleh perkembangan ekonomi global, disadari atau tidak hal ini akan mempengaruhi paradigma perencanaan kota. Saskia Sassen (2001), menjelaskan beberapa gejala perubahan pada kota pada abad 21 dibandingkan sebelum adanya issue globalisasi, antara lain:
• Terjadinya proses de-urbanisasi, yaitu berkembangnya suburban menjadi urban. Hal ini didorong oleh dua hal.
 Pertama, terjadi kecenderungan pertumbuhan yang pesat dari daerah suburban karena kebanyakan populasi dengan income yang sangat tinggi lebih memilih bertempat tinggal dan hidup di daerah suburban. Pada masa ini tercipta golongan baru dalam hirarki sosial masyarakat yaitu penduduk dengan income sangat tinggi. Pusat kota cenderung difungsikan sebagai pusat kegiatan ekonomi dan tempat tinggal bagi golongan menengah dan kaum miskin kota.
 Kedua, kegiatan produksi masal pada kawasan industri di suburban berkembang pesat karena prioritas dari pemakaian produk akhir adalah pada kegiatan rumah tangga. Hal ini didorong oleh berkembangnya trend bekerja dari rumah dan tingginya tingkat wanita muda yang bekerja secara profesional dari rumah, karena tingginya pemanfaatan teknologi komunikasi.



Dua contoh gejala diatas jika diaplikasikan pada perencanaan spasial kota dapat disimpulkan bahwa pada era globalisasi akan terjadi kecenderungan sebagai berikut:

• Pusat kota akan cenderung menjadi pusat segala kegiatan ekonomi yang memiliki karakteristik global, pusat fasilitas yang memiliki nilai estetika tinggi bagi populasi dengan income tinggi, dan juga pusat bagi tempat tinggal bagi populasi dengan income menengah dan rendah.
• Suburban akan berkembang menjadi urban dimana terjadi dua fungsi utama, yaitu tempat tinggal bagi populasi dengan income tinggi, dan pusat kegiatan manufaktur dan industri rumah tangga.



2.2 Pluralisme Budaya Kota

Kota dan daerah penyangga pada dasarnya merupakan pengejawantahan budaya. Tom Turner (1996) menyebutnya dengan cultural-landscape, sebagai mosaik yang sarat dengan beraneka ragam karakter, sifat, kekhasan, keunikan, dan kepribadian. Karenanya, memahami sebuah kota atau daerah, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memahami budaya dari berbagai kelompok masyarakat dan pengaruh dari tata nilai, norma, gaya hidup, kegiatan dan simbol-simbol yang mereka anut. Jelas, yang paling rumit dan kompleks adalah memahami perkotaan. Sebab, dalam setiap kota yang merupakan melting-pot selalu terdapat pluralisme budaya. Dalam kondisi demikian, sulit dihindari benturan budaya yang rentan menciptakan kompleksitas dan kontradiksi. Akibatnya, tata ruang kota juga terentang antara homogenitas yang kaku dengan heterogenitas yang kenyal. Suatu bentuk yang gampang pemeriannya, tapi sulit pengejawantahannya.
Kerumitan lain, khususnya di perkotaan, berkaitan dengan dinamika perkembangan kota. Penduduk kota selalu berubah dan bergerak yang seringkali susah ditebak. Karena itu pola tata ruang kota yang terlalu ketat dan kaku, tidak akan bisa tanggap terhadap perubahan.Para perencana tata ruang kota mestinya mampu bersikap cerdas atau smart. Artinya, punya sensitifitas, memahami multi budaya, sadar, respek, dan toleran terhadap perkembangan sebuah kota.Tanpa kepekaan seperti itu, bisa jadi kota-kota di Indonesia akan menjadi kota yang serba seragam, tidak memiliki jati diri, dan meninggalkan kepribadian, kekhasan atau karakternya. Keseragaman kota sudah pasti akan sangat membosankan.



2.3 Kosepsi Tata Ruang Dalam Ruang Lingkup Sosial

Secara umum penataan ruang dipahami sebagai upaya mengatur ruang wilayah (spatial) agar teratur, layak dan pantas, dan nyaman sebagai tempat bermukim dan beraktifitas bagi masyarakat melalui penempatan aktifitas sesuai peruntukan lahan yang telah ditetapkan dalam sebuah desain tata ruang yang melibatkan masyarakat dan semua kelompok kepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Sehubungan dengan itu Barnet (1982) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam penataan kota merupakan sebuah alternatif yang terkadang melampaui kemampuan teknis para perencana kota yang secara demonstratif membuat rencana yang seolah-olah terjadi atau berlangsung diluar proses politik yang ternyata lebih kuat menentukan mana yang baik bagi public atau masyarakat. Hal ini dikatakannya sebagai sebuah kenyataan, bahwa para perencana kota terkadang kurang mampu mengintegrasikan kepentingan publik dalam produk-produk perencanaan.



2.4 Konflik Dalam Perencanaan Kota

Salah satu persoalan mendasar yang penting untuk kita pahami adalah konflik atau benturan dalam perencanaan kota sebagaimana dikatakan Hayoto Kunto dalam bukunya” Wajah Bandung Tempo Dulu” , Conflict of Interest merupakan problem yang akan selalu dihadapi dalam penentuan kebijakan yang berkaitan perancangan kota, selalu terlihat adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest) antara warga kota ( masyarakat di satu pihak dengan para “pengambil keputusan” dilain pihak, dalam hal ini para pengelola kota.” (Haryoto Kunto; 1984:324)
Lebih jauh lagi, Kunto (ibid, hal 2008) menambahkan: “Ada semacam obsesi membangun Yang sering menghinggapi para pimpinan daerah, yang berpendapat bahwa ukuran kemajuan kota/daerah identik dengan lajunya pembangunan proyek-proyek baru.”
Menurut Jhon R Mennery (1985) konflik dalam perencanaan kota dapat dikatergorikan menjadi empat kelompok sebagai berikut :
1. Konflik di balik perencanaan kota (confict over urban planning) dalam kategori ini ada 3 (tiga) hal yang melingkupi konflik perencanaan kota yakni; konflik perencanaan kota dalam konteks hubungan antar pribadi ( the human dimension of conflict), konflik perencanaan kota dalam konteks proses sosial (the social context of urban planning) dan konflik perencanaan dalam konteks bangsa/negara (the nation-state context of urban planning).
2. Konflik di dalam perencanaan kota ( conflict over urban planning), konflik di dalam perencanaan kota berkaitan erat dengan elemen yang mendasari pentingnya perencanaan kota. Dalam hal ini konflik perencanaan kota berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia khususnya lahan perkotaan. Selai itu, sumber daya juga menyangkut hal-hal yang sulit terukur ( non tangibles) seperti informasi, lokasi dan hal-hal lain yang terkadang terlupakan.
3. Konflik atas perencanaan kota ( conflict of urban planning ), konflik atas perencanaan kota berkaitan dengan metode, prosedur dan landasan sebagai pembenaran atas perencanaan kota. Dalam hal ini dapat didentifikasikan 2 hal yaitu metode dan desain yang digunakan serta konflik perencanaan kota sebagai konflik politik.
4. Konflik karena perencanaan kota ( conflict of urban planning), kategori ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi konflik yang tumbuh atau tercipta melalui aktivitas perencanaan kota itu sendiri atau disebabkan oleh proses perencanaan kota.




2.4.1 Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Kota

Dalam perjalanan pembangunan Indonesia, peran serta masyarakat atau yang diistilahkan partisipasi hanya menjadi slogan dalam birokrasi. Pendek kata semua birokrat ketika mereka berbicara pembangunan senantiasa kata-kata partisipasi tak pernah terlewatkan. Salah satu contohnya adalah ketika pemerintah membuat peraturan ataupun konsep mengenai penataan tata ruang, peran serta masyarakat hanya dijadikan sebagai legitimasi oleh pemerintah tanpa kemudian dilibatkan dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan, faktanya dapat terlihat dengan pembanguna mall, jalan tol, pembangunan bendungan, bandara, penggusuran PKL, dsb. Artinya tidak ada perubahan yang signifikan, padahal didalam aturannya pelibatan masyarakat adalah penting, karena berkaitan dengan hajat hidup masyarakat.Dengan demikian, ketika partisipasi diadopsi oleh birokrasi pemerintahan, maka yangterjadi dan berkembang saat ini adalah bagaimana masyarakat tunduk dan patuh melaksanakan program-program pembangunan pemerintah. Namun yang terpenting adalah bagaimana peran dan lembaga-lembaga pendamping dalam melakukan pemberdayaan dimasyarakat.

Sebagaimana diketahui bahwa kondisi tata ruang diberbagai kota, semakin hari semakin tidak jelas dan menjurus kepada hilangnya ruang-ruang publik. Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota telah mengabaikan lingkungan yang ada saat ini tidak memiliki dukungan social, dan ekologi. Tentu saja dampak yang dirasakan adalah kesemrawutan yang akan berakibat pada timbulnya persoalan sosial.


2.4.2 Peran Serta Masyarakat Dalam Perencanaan kota

• Masyarakat harus berperan aktif untuk mendorong lahirnya kebijakan /peraturan di kota/daerah nya masing-masing yang berkaitan dengan peranan masyarakat dalam proses tata ruang.
• Masyarakat harus memiliki pengetahuan apa dan bagaimana mengkritisi kebijakan tata ruang.
• Masyarakat harus aktif dalam mengawal proses perencanaan pembuatan peraturan tata ruang di wilayahnya masing-masing.
• Masyarakat harus berperan aktif dalam pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan di wilayahnya

Hal tersebut sangat memungkinkan melalui forum-forum warga seperti yang ada sekarang ini (banjar, karang taruana,Forum Betawi Rempuk, dll). Hal yang paling penting masyarakat harus memiliki sikap politis, sehingga kekutan masyarakat menjadi control social bagi pemerintah di kota/daerah.





3.1 Kesimpulan Dan Saran
Sebagai elemen sebuah kota manusia sebagai individu, dan mengelompok membentuk sebuah masyarakat, didalam sebuah kota, mempunyai fungsi sebagai pengendali hierarki sosial dan budaya. Dimana banyak perkembangan dan paradigma yang terjadi yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia tersebut seperti pembangunan kota yang tentunya memiliki efek positif dan negatif. Efek positif yang ditimbulkan tentunya akan membawa kemajuan peradaban manusia dalam lingkungan perkotaan. Efek negatif yang ditimbulkan seperti masalah urbanisasi penduduk desa ke kota yang tentunya mengakibatkan berbagai permasalahan sosial, contohnya pengangguran dan kriminalitas.

Memasuki zaman yang semakin modern, perkembangan kota lebih kearah pendekatan yang komprehensif dari keragaman dan puralisme masyarakat, sehingga dikenal adanya proses partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan kota. Dengan adanya issue globalisasi, perkembangan kota-pun mengalami perubahan. Pusat kota akan menjadi pusat koordinasi
kegiatan ekonomi global dan menjadi pilihan tempat tinggal bagi penduduk dengan penghasilan
menengah dan rendah. Selain itu akibat pembangunan yang gencar di perkotaan menyebabkan tergusurnya RTH yang menjadi kehidupan makhluk hidup lainnya. Untuk itu diperlukan suatu pengendalian dan pengawasan dari pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan kota.














Daftar Pustaka

Balchin, P., N., Isaac, D. and Chen, J., Urban
economics; a global perspective, Palgrave,Hampshire, 2000.

Habitat, An urbanizing world; global report on
human settlements 1996, Oxford University
Press, New York, 1996.

Habitat, Cities in a globalizing world; global
report on human settlements 2001,
Earthscan Publications Ltd, London, 2001.

Sassen, S., The global city , Princeton University
Press, New Jersey, 2001.
Taylor, N., Urban planning since 1945, SAGE
Publications, New Delhi, 1998.

Ward, S., Planning the twentieth-century city;
the advanced capitalist world , John Wiley
& Sons Ltd, Sussex, 2002.
Perencanaan Kota « Tentang Perencanaan Kota.htm
Kawasan Pecinan di Kota Bogor,Warisan Budaya yang Nyaris Tergerus Zaman at.htm
Topic.php.htm
6f1336b7fa63076d03ad2902eb5c297c.htm

Jumat, 09 April 2010

Kompetensi Gulma

KOMPETISI GULMA

A. Kompetisi Gulma terhadap Tanaman
Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk berproduksi. Persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman yang kita usahakan di dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas.
a. Persaingan memperebutkan hara
Setiap lahan berkapasitas tertentu didalam mendukung pertumbuhan berbagai pertanaman atau tumbuhan yang tumbuh di permukaannya. Jumlah bahan organik yang dapat dihasilkan oleh lahan itu tetap walaupun kompetisi tumbuhannya berbeda; oleh karena itu jika gulma tidak diberantas, maka sebagian hasil bahan organik dari lahan itu berupa gulma. Hal ini berarti walaupun pemupukan dapat menaikkan daya dukung lahan, tetapi tidak dapat mengurangi komposisi hasil tumbuhan atau dengan kata lain gangguan gulma tetap ada dan merugikan walaupun tanah dipupuk.
Yang paling diperebutkan antara pertanaman dan gulma adalah unsur nitrogen, dan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, maka ini lebih cepat habis terpakai. Gulma menyerap lebih banyak unsur hara daripada pertanaman. Pada bobot kering yang sama, gulma mengandung kadar nitrogen dua kali lebih banyak daripada jagung; fosfat 1,5 kali lebih banyak; kalium 3,5 kali lebih banyak; kalsium 7,5 kali lebih banyak dan magnesium lebih dari 3 kali. Dapat dikatakan bahwa gulma lebih banyak membutuhkan unsur hara daripada tanaman yang dikelola manusia.
b. Persaingan memperebutkan air
Sebagaimana dengan tumbuhan lainnya, gulma juga membutuhkan banyak air untuk hidupnya. Jika ketersediaan air dalam suatu lahan menjadi terbatas, maka persaingan air menjadi parah. Air diserap dari dalam tanah kemudiaan sebagian besar diuapkan (transpirasi) dan hanya sekitar satu persen saja yang dipakai untuk proses fotosintesis. Untuk tiap kilogram bahan organik, gulma membutuhkan 330 – 1900 liter air. Kebutuhan yang besar tersebut hampir dua kali lipat kebutuhan pertanaman. Contoh gulma Helianthus annus membutuhkan air sebesar 2,5 kali tanaman jagung. Persaingan memperebutkan air terjadi serius pada pertanian lahan kering atau tegalan.
c. Persaingan memperebutkan cahaya
Apabila ketersediaan air dan hara telah cukup dan pertumbuhan berbagai tumbuhan subur , maka faktor pembatas berikutnyaa adalah cahaya matahari yang redup (di musim penghujan) berbagai pertanaman berebut untuk memperoleh cahaya matahari. Tumbuhan yang berhasil bersaing mendapatkan cahaya adalah yang tumbuh lebih dahulu, oleh karena itu tumbuhan itu lebih tua, lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya. Tumbuhan lain yang lebih pendek, muda dan kurang tajuknya, dinaungi oleh tumbuhannya yang terdahulu serta pertumbuhannya akan terhambat.
Tumbuhan yang berjalur fotosintesis C4 lebih efisien menggunakan air, suhu dan sinar sehingga lebih kuat bersaing berebut cahaya pada keadaan cuaca mendung. Oleh karena itu penting untuk memberantas gulma dari familia Cyperaceae dan Gramineae (Poaceae) di sekitar rumpun-rumpun padi yang berjalur C3.
Dari peristiwa persaingan antara gulma dan tanaman pokok didalam memperebutkan unsur hara, air dan cahaya matahari, Eussen (1972) menelorkan rumus :
TCV = CVN + CVW + CVL
di mana TCV = total competition value, CVN = competition value for nutrient, CVW = competition value for water dan CVL = competition value for light. Nilai persaingan total yang disebabkan oleh gulma terhadap tanaman pokok merupakan penggabungan dari nilai persaingan untuk hara + nilai persaingan untuk air + nilai persaingan untuk cahaya.
Besar kecilnya (derajad) persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Besar kecilnya persaingan antara gulma dan tanaman pokok di dalam memperebutkan air, hara dan cahaya atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman pokok jika dilihat dari segi gulmanya, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini.
a. Kerapatan gulma
Semakin rapat gulmanya, persaingan yang terjadi antara gulma dan tanaman pokok semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara kerapatan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif. Suroto dkk. (1996) memperlihatkan bahwa perlakuan kerapatan awal teki 25, 50 dan 100 per m2 menurunkan bobot biji kacang tanah per tanaman masing-masing sebesar 14,69 %; 14,88 % dan 17,57 %.
b. Macam gulma
Masing-masing gulma mempunyai kemampuan bersaing yang berbeda, hambatan terhadap pertumbuhan tanaman pokok berbeda, penurunan hasil tanaman pokok juga berbeda. Sebagai contoh kemampuan bersaing jawan (Echinochloa crusgalli) dan tuton (Echinochloa colonum) terhadap tanaman padi tidak sama atau berbeda.
c. Saat kemunculan gulma
Semakin awal saat kemunculan gulma, persaingan yang terjadi semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara saat kemunculan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi positif. Hasil penelitian Erida dan Hasanuddin (1996) memperlihatkan bahwa saat kemunculan gulma bersamaan tanam, 15, 30, 45, 60 dan 75 hari setelah tanam masing-masing memberikan bobot biji kedelai sebesar 166,22; 195,82; 196,11; 262,28; 284,77 dan 284,82 g/petak (2m x 3m).
d. Lama keberadaan gulma
Semakin lama gulma tumbuh bersama dengan tanaman pokok, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara lama keberadaan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif. Perlakuan lama keberadaan gulma 0, 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 hari setelah tanam masing-masing memberikan bobot biji kedelai sebesar 353,37; 314,34; 271,45; 257,34; 256,64; 250,56 dan 166,22 g/petak (Erida dan Hasanuddin, 1996).
e. Kecepatan tumbuh gulma
Semakin cepat gulma tumbuh, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun.
f. Habitus gulma
Gulma yang lebih tinggi dan lebih lebat daunnya, serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya memiliki kemampuan bersaing yang lebih, sehingga akan lebih menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman pokok
g. Jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4)
Gulma yang memiliki jalur fotosintesis C4 lebih efisien, sehingga persaingannya lebih hebat, pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun.
h. Allelopati
Beberapa species gulma menyaingi tanaman dengan mengeluarkan senyawa dan zat-zat beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Bagi gulma yang mengeluarkan allelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun.
Di samping itu kemiripan gulma dengan tanaman juga mempunyai arti penting. Masing-masing pertanaman memiliki asosiasi gulma tertentu dan gulma yang lebih berbahaya adalah yang mirip dengan pertanamannnya. Sebagai contoh Echinochloa crusgalli lebih mampu bersaing terhadap padi jika dibandingkan dengan gulma lainnya.


2. Kompetisi Intraspesifik dan Interspesifik
Gulma dan pertanaman yang diusahakan manusia adalah sama-sama tumbuhan yang mempunyai kebutuhan yang serupa untuk pertumbuhan normalnya. Kedua tumbuhan ini sama-sama membutuhkan cahaya, air, hara gas CO2 dan gas lainnya, ruang, dan lain sebagainya. Apabila dua tumbuhan tumbuh berdekatan, maka akan perakaran kedua tumbuhan itu akan terjalin rapat satu sama lain dan tajuk kedua tumbuhan akan saling menaungi, dengan akibat tumbuhan yang memiliki sistem perakaran yang lebih luas, lebih dalam dan lebih besar volumenya serta lebih tinggi dan rimbun tajuknya akan lebih menguasai (mendominasi) tumbuhan lainnya. Dengan demikian perbedaan sifat dan habitus tumbuhanlah yang merupakan penyebab terjadinya persaingan antara individu-individu dalam spesies tumbuhan yang sama (intra spesific competition atau kompetisi intra spesifik) dan persaingan antara individu-individu dalam spesies tumbuhan yang berbeda (inter spesific competition atau kompetisi inter spesifik). Persaingan gulma terhadap pertanaman disebabkan antara lain oleh karena gulma lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya, serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya, sehingga pertanaman kalah bersaing dengan gulma tersebut.
3. Periode Kritis
Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu dimana tanaman sangat peka terhadap persaingan gulma. Keberadaan atau munculnya gulma pada periode waktu tersebut dengan kepadatan tertentu yaitu tingkat ambang kritis akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode waktu dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode kritis tanaman. Periode kritis adalah periode maksimum dimana setelah periode tersebut dilalui maka keberadaan gulma selanjutnya tidak terpengaruh terhadap hasil akhir. Dalam periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar tanaman harus dikendalikan agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil akhir tanaman tersebut.
Periode kritis adalah periode dimana tanaman pokok sangat peka atau sensitif terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode tersebut perlu dilakukan pengendalian, dan jika tidak dilakukan maka hasil tanaman pokok akan menurun. Pada umumnya persaingan gulma terhadap pertanaman terjadi dan terparah pada saat 25 – 33 % pertama pada siklus hidupnya atau ¼ - 1/3 pertama dari umur pertanaman. Persaingan gulma pada awal pertumbuhan tanaman akan mengurangi kuantitas hasil panenan, sedangkan gangguan persaingan gulma menjelang panen berpengaruh lebih besar terhadap kualitas hasil panenan. Waktu pemunculan (emergence) gulma terhadap pertanaman merupakan faktor penting di dalam persaingan. Gulma yang muncul atau berkecambah lebih dahulu atau bersamaan dengan tanaman yang dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan dan hasil panenan. Sedangkan gulma yang berkecambah (2-4 minggu) setelah pemunculan pertanaman sedikit pengaruhnya.
Dengan diketahuinya periode kritis suatu tanaman, maka saat penyiangan yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan atau pengendalian yang dilakukan pada saat periode kritis mempunyai beberapa keuntungan. Misalnya frekuensi pengendalian menjadi berkurang karena terbatas di antara periode kritis tersebut dan tidak harus dalam seluruh siklus hidupnya. Dengan demikian biaya, tenaga dan waktu dapat ditekan sekecil mungkin dan efektifitas kerja menjadi meningkat.






Kesimpulan
Gulma dan pertanaman mengadakan persaingan memperebutkan hara, air dan cahaya, sehingga TCV = CVN + CVW + CVL. Besar kecilnya persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Tinggi rendahnya hasil tanaman pokok, jika dilihat dari segi gulmanya sangat ditentukan oleh kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, kecepatan tumbuh gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4), dan ada tidaknya allelopati.
Gulma dan pertanaman adalah sama-sama tumbuhan yang mempunyai kebutuhan serupa untuk pertumbuhan normalnya. Perbedaan sifat dan habitus tumbuhan merupakan penyebab terjadinya kompetisi intra spesifik dan kompetisi inter spesifik.
Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu di mana tanaman sangat peka atau sensitif terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode tersebut perlu dilakukan pengendalian, dan jika tidak maka hasil tanaman akan menurun. Pada umumnya periode kritis terjadi pada saat 25 – 33 % pertama pada siklus hidupnya atau pada saat ¼ - 1/3 pertama dari umur pertanaman. Dengan diketahui periode kritis suatu tanaman maka saat penyiangan yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan gulma dilakukan pada saat periode kritis.

Etika memakai sandal dan sepatu

Etika Memakai Sandal Dan Sepatu
Mukaddimah
Islam adalah satu-satunya agama yang banyak sekali memperhatikan aspek akhlaq dan etika, dari hal yang sebesar-besarnya hingga sekecil-kecilnya. Oleh karena itu, pantaslah pula apa yang dikatakan 'Aisyah radliyallâhu 'anha ketika ditanya tentang akhlaq Rasulullah bahwa akhlaq beliau adalah al-Qur'an.
Bila kita mengamati kandungan al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi, maka sangat sulit kita untuk tidak mengatakan bahwa di dalamnya selalu terkait dengan akhlaq dan etika itu.
Salah satu hal yang nampaknya sepele tetapi besar artinya yang diberikan perhatian oleh Islam adalah masalah etika memakai sandal atau sepatu.
Nah, apa urgensinya? Bagaimana etikanya?…Pada kajian kali ini, kita akan membahasnya, Insya Allah.

Naskah Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِيْنِ, وَإِذَا انْتَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ, لِتَكُنِ الْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ, وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ. رواه البخاري
Dari Abu Hurairah radliyallâhu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Bila salah seorang diantara kamu memakai sandal, maka hendaklah dia memulainya dengan kaki kanan dan bila dia melepasnya, maka hendaklah dia memulainya dengan kaki kiri. Jadikanlah kaki kanan yang pertama dari keduanya dipakai dan yang terakhir dari keduanya yang dilepas (dicopot)." (HR.Bukhari)

Kandungan Hadits

1. Terdapat hadits yang diriwayatkan 'Aisyah di dalam kitab ash-Shahîhain bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam sangat suka menganan (memakai dengan memulai yang kanan), baik ketika memakai sandal atau sepatu (atau sandal dan yang semaknanya), menyisir, bersuci dan seluruh urusannya. Beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam senantiasa memulai dengan kanan dan mendahulukannya terhadap sesuatu yang baik dan mengakhirkannya terhadap yang selain itu. bila memakai sandal, beliau mendahulukan kaki kanan; bila memakai pakaian, beliau mendahulukan sebelah kanan dan bila masuk masjid, beliau mendahulukan kaki kanan.
Beliau mendahulukan yang kiri untuk selain hal itu; ketika masuk WC, keluar dari Masjid, melepas kedua sandal, pakaian dan semisalnya.
2. Beliau mengkhususkan yang kanan di dalam makan, minum, berjabat tangan dan mengambil sesuatu yang baik. Dan beliau mengkhususkan yang kiri terhadap kotoran dan sesuatu yang tidak disukai. Inilah sunnah Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam yang beliau sukai dan senang melakukannya.
3. Di dalam masalah thaharah (bersuci), beliau mendahulukan untuk mencuci tangan kanan dan kaki kanan. Ketika mencukur di dalam manasik haji, beliau mendahulukan bagian sebelah kanan dari kepalanya atas bagian kirinya, demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam.
4. Menurut syari'at, akal dan estetika bahwa mendahulukan yang kanan terhadap sesuatu yang baik dan mengkhususkannya serta mengkhususkan yang kiri terhadap sesuatu yang tidak disukai adalah lebih utama. Oleh karena itu, kaidah syari'at yang kemudian diambil dari sunnah beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam adalah mendahulukan yang kanan terhadap setiap sesuatu yang pernah beliau lakukan dalam rangka memuliakan beliau dan yang selain itu, dianjurkan untuk memulainya dengan yang kiri.
5. Ibn al-'Arabi (bukan Ibn 'Arabi, tokoh Sufi yang sesat-red.,) berkata, "Memulai dengan yang kanan disyari'atkan terhadap semua amal shalih karena keutamaannya secara estetika lebih kuat dan secara syari'at lebih dianjurkan untuk mendahulukannya."
6. al-Hulaimi berkata, "Sesungguhnya memulai dengan yang kiri ketika melepas (sandal atau sepatu-red.,) karena memakai itu adalah suatu kehormatan dan juga karena ia (dalam posisi) menjaga (melindungi). Manakala yang kanan lebih mulia dan terhormat daripada yang kiri, maka dimulailah dengannya ketika memakai dan dikemudiankan ketika melepas (mencopot) sehingga kehormatannya tetap ada dan jatahnya dari hal itu lebih banyak."
(SUMBER: Tawdlîh al-Ahkâm Min Bulûgh al-Marâm, karya
Syaikh.'Abdullah al-Bassam, jld.VI, h.233-234)

Senin, 05 April 2010

Gulma

Nama-Nama Gulma
1. Ageratum conyzoides/ rumput tahi ayam/ bandotan

herba satu tahun, tegak atau berbaring dan dar bagian ini keluar akarnya. Berasal dai Amerika tropis. Tinggi tanaman kurang lebih 1 – 1.2 m. Batang bulat, berambut jarang. Daun bawah berhadapan dan bertangkai cukup panjang, yang teratas tersebar dan bertangkai pendek. Helaian daun bulat telur, beringgit, panjang 1 – 10 kali 0.5 – 6 cm, kedua sisinya berambut panjang, sisi bawah juga dengan kelenjar yang duduk. Bongkol bunga berkelamin satu macam, 3 atau lebih berkumpul jadi karangan bunga bentuk malai rata yang terminal. Panjang bongkol 6 – 8 mm , pada tangkai berambut. Daun pembalut tersusun dalam 2 – 3 lingkaran, runcing, tidak sama, berambut sangat jarang atau gundul. Dasar bunga bersama tanpa sisik. Bunga sama panjang dengan pembalut. Mahkota dengan tabung sempit dan pinggiran sempit bentuk lonceng, berlekuk 5, panjang 1 – 1.5 mm. Buah keras bersegi llima, berwarna putih, dengan panjang 2 – 3.5 mm.

2. Amaranthus sp/bayam-bayaman

herba berumur satu tahun, tegak atau condong kemudian tegak, tinggi 0.4 – 1 m, kerapkali bercabang banyak dan berduri. Daun bulat telur memanjang bentuk lanset, panjang 5 – 8 cm, dengan ujung tumpul dan pangkal runcing. Bunga dalam tukal yang rapat, yang bawah duduk di ketiak, y ang atas berkkumpul mnjadi karangan bunga di ujung dan duduk di ketiak, bentuk bulir atau bercabang pada pangkalnya. Bulir ujung sebagian besar jantan, tidak berduri, tidak berduri tempel, mula-mula naik lalu menggantung. Tukal betina dengan 2 duri lurus yang lancip, dan menjauhi batang. Daun pelindung dan anak daun pelindung runcing, panjangnya sama dengan tenda bunga. Daun tenda bunga berjumlah 5, panjang 2 – 3 mm, gundul, hijau atau ungu dengan tepi transparan. Benang sari 5, lepas tanpa taju yang disisipkan diantaranya. Kepala putik duduk, bentuk benagn. Buah bulat memanjang, dengan tutup yang rontok, berbiji 1. hidup di tegalan, halaman rumah, semak, kebun dan tepi jalan. Di daerah pada ketinggian 1 – 4000 m.
3. Alternanthera sp

herba menahun, berumpun kuat, tinggi 0.2 – 0.5 m. Barang berambut tipis yang merata. Daun bentuk solet sampai memanjang, kerapkali kemerah-merahan atau bernoda. Bunga dalam tongkol duduk, kadang-kadang seolah-olah bertangkai, tidak berduri tempel; dalam ketiak dan garpu. Daun pelindung kecil, runcing, bertepi semacam selaput. Daun tenda bunga 5, runcing, keputih-putihan serupa selaput, panjang kurang lebih3 mm, bertulang daun 3, dari luar berambut. Benang sari 5. tangkai sari pada pangkalnya bersatu seperti mangkok yang pendek. Kepala sari berganti-ganti degnan taju yang berbentuk pita pada ujung yang berbagi dalam umbai. Tangkai putik pendek, kepala putik berbentuk tombol. Buah di Jawa tidak berkembang dengan sempurna. Tumbuh pada ketinggian 5 – 1600 m.

4. Mimosa sp/putri malu

berasal dari Amerika tropis. Herba memanjat atau berbaring atau setengah perdu; tinggi 0.3 – 1.5 m. Akar pena kuat. Batang dengan rambut sikat yang mengarah miring ke bawah dan duri tempel bengkok yang tersebar. Daun penumpu bentuk lanset, panjang 1 cm. Daun pada sentuhan melipatkan diri, menyirip rangkap. Sirip terkumpul rapat, panjang 4 – 5,5 cm. Anak daun tiap sirip 5 – 26 pasang, kerapkali warna tei ungu, berumabai, 6 -616 kali 1 – 3 m. Bongkol memanjang, panjang 1 cm, 2 – 4 menjadi satu; tangkai dengan rambut sekat yang panjang 2 – 5 cm. Kelopak sangat kecil, bergigi 4, seperti selaput putih. Tabung mahkota kecil, bertaju 4, seperti selaput putih. Benang sari4, lepas, ungu. Polongan pipih, bentuk garis, di antara biji-biji menyempit tidak dalam, pada smbungandengan banyak rambut sekat panjang yang pucat, beruas 2 – 4, panjang 1 – 2 cm, lebar 4 mm, pada waktu masak lepas ke dalam pecahan berbiji satu, yang melepaskan diri dari tempat sambungan yang tidak rontok. Biji bulat, ipih. Tumbuh pada ketinggian 1 – 1200 m, terutama pada daerah tanah perkebunan yang kering.

5. Euphorbia hirta/ Patikan kebo


herba satu tahun, dengan batang tegak atau naik sedikit demi sedikit, tinggi 0.1 – 0.6 m. Batang terutama berambut pada ujungnya. Daun berbaris 2 memanjang, dengan pangkal miring, stidaknya pada ujung bergerigi, sisi bawah berambut jarang, panjangnya 0.5 – 5 cm, tangkai 2 – 4 mm. Cyathia dalam payung tambahan yang berbentuk setengah bola, yang sendiri-sendiri atau dua-dua terkumpul menjadi karangan bunga yang bertangkai pendek, duduk di ketiak daun, piala panjang 1 mm, barambut menempel. Buah tinggi 1.5 mm. Berasal dari Amerika tropis, di Jawa umumnya bersifat liar. Hidup pada daerah dengan ketinggian 1 – 1400 m, daerah padang rumput, halaman, tepi jalan, tanggul, tegalan dan kebun.
Commelina benghalensis
herba menjalar, tinggi 0.2 – 0.6 m. Helaian daun duduk, bulat telur memanjang atau bentuk lanset, dengan pangkal yang tidak sama sisi, 2.5 – 8 kali 1 – 2.5 cm. Karangan bunga berdiri sendiri, bertangkai, serupa bungacabang berseling, dengan dua cabang; cabang paling belakang jauh di luar daun pelindung, berbunga 1 – 3, panjang 1 – 2 cm; cabang paling muka lebih pendek, berbunga 2 – 5, panjang 0.5 – 1 cm. Daun pelindung berbentuk jantung, denga tepi bebas dan ujung meruncing, panjang 1 – 3 cm. Bunga zygomorph, berumur pendek. Daun kelopak 3, tipis, panajang 3 – 4 mm, yang paling belakang lebih sempit, yang paling muka 2 pada pangkalnya melekat. Daun mahkota 3, bebas, panjangnya 0.5 – 1 cm, berwarna biru cerah, yang paling belakang berkuku, yang paling muka duduk, lebih kecil. Bakal buah beruang 3. buah kotak, memanjang, panjang kurang lebih 7 mm, pecah menurut ruang, berisi 3 – 5 bij. Biji bertonjolan bentuk jala. Hidup terutama di daerah lembab atau becek, dengan ketinggian 1 – 2000 m.
Borreria alata





6. Stachytarpheta indica/pecut kuda/ jarong


rumput-rumputan yang tegak, tinggi 0.3 – 0.9 m. Daun berhadapan, bertangkai sangat panjang, berbentuk ellips memanjang atau bulat telur, dengan kaki yang menyempit demi sedikit, di atas bagian kaki yangbertepi rata bergigi beringgit, berambut jarang atau tidak yang kukurannya 4 – 9 dan 2.5 – 5 cm. Bulir bertangkai pendek, panjang 15 – 30 cm. Daun pelindung dengan kuat me nempel kelopak, bertepi lebar serupa selaput. Kelopak bergigi 4, panjang kurang lebih 0.5 cm. Tabung mahkota melekukk dari sumbu bulir, panjang 1 cm, pecah dalam 2 kendaga. Hidup terutama di daerah dengan musim kemarau yang tegas, di tempat cerah atau teduh sedikit, dengan ketinggian 1 – 1250 m.
Cromoloena odorata
berasal dari Amerika tropis. Perdu yang pahit, tegak, bercabang banyak, berbau; 2 – 6 m tingginya. Ranting bulat, berambut pendek dan rapat. Daun berhadapan, bulat telur bentuk belah ketupat, bulat telur memanjang atau bulat telur lanset, dengan pangkal berangsur menyempit sepanjang tangkai dan ujung yang cukup runcing, umumnya bergerigi kasar,b erambut, sisi bawah berbintik seperti kelenjar, 3.5 – 18 kali 1 – 8 cm. Bunga bongkol tersusun dalam karangan bunga bentuk malali rata, rapat, terminal. Pembalut bentuk lonceng. Tiap bongkol 9 – 16 bunga, sedikit menjulang keluar pembalut, sangat harum. Mahkota bertaju 5, panjang 4 mm. Tabung kepala sari ungu. Tangkai putik bercabang dua, putih. Buah keras bersegi 5, hitam, dengan pangkal pucat, kurang lebih 2 mm panjangnya, dengan 1 lingkaran rambut panjang, langsing, putih. Tumbuh pada ketinggian 200 – 1800 m. Di daerah cerah matahari atau sedikit keteduhan, dan tidak terlalu kering. Juga untuk tanaman pagar.

7. Digitaria ciliaris/rumput kebo

rumput yang berumpun, yang pada pangkalnya kerapkali dengan batang yang merayap; tinggi 1 – 1.2 m. Batang pipih yang besar semakin ke bawah berongga. Pelepah daun tertekan jadi satu pad bat ang. Lidah sangat pendek. Helaian daun berbetnuk garis lanset atau garis, bertepi kasar, kerapkali keunguan. Bulir 2 – 22 per karangan bunga, tertancap pad ketinggian yang tidak sama. Poros bulir berlunas, panjang 2 – 21 cm. Anak bullir berseling kiri dan kanan dari poros, berdiri sendiri dan berpasangan tetapi dengantangkai yang tidak sma panjang, ellips memanjang, rontok bersama-sama, panjang 2 – 4 mm. Rambut tepi dari sekam pada masaknya buah salling menjauh. Benang sari 3, kepala sari kuning atau ungu. Tangkai putik 2. kepala putik muncul dekat ujung daripada anak bulir, ungu merah, jarang putih. Tumbuh-tumbuhan agak mudah berubah tumbuh pada segala macam keadaan tanah pada ketinggian 1 – 1800 m.


8. Eleusin indica/ rumput belulang
rumput berumur pendek, kerapkali berumpun kuat, kadang-kadang pada buku yang bawah keluar akar : batang kerapkali berbentuk cekungan yang terbentang; tinggi 0.1 – 1.9 m. Batang menempel pipih sekali, bergaris, kerap bercabang. Daun dalam dua baris. Pelepah daun menempel kuat berlunas. Llidah seperti selaput, pendek. Helaian bentuk garis dengan tepi kasar pada ujung, pad pangkalnya ada rambut panjang, 12 – 40 kali 0.41 – 1 cm. Bulir terkumpul 2 – 12, satu sisi. Poros bulir bersayap dan berlunas, panjang 2.5 – 17 cm. Anak bulir berdiri sendiri, berseling kiri kanan lunas, duduk, rapat menutup secara genting, menempel rapat, panjang 4 – 7 mm. Sekam terekan rapat berlunas, dua yang terbawah tetap tinggal lama. Benang sari 3; kepala sari pendek. Tangkai putik 2; kepala putik sempit, ungu. Di tempat cerah matahari, kerapkali di tanah keras karena terinjak; 1 – 2000 m.

9. Cynodon dactylon/ Rumput grinting

rumput menahun dengan tunas menjalar yang keras; tinggi 0.1 – 0.4 m. Batang lngsing, sedikit pipih, yang tua dengan rongga kecil. Daun kerapkali jelas 2 baris. Lidah sangat pendek. Helaian daun bentuk garis, tepi kasar, hijau kebiuran, berambut atau gundul, 2.5 – 15 kali 0.2 – 0.7 cm. Bulir 3 – 9, mengumpul, panjang 1.5 – 6 cm. Poros bulir berlunas. Anak bulir berdiri sendiri, berseling kiri kanan lunas, menghadap ke satu sisi, menutup satu dengan yang lain se cara genting, duduk, ellips memanjang, panjang kurang lebih 2 mm, kerapkali keungu-unguan. Sekam 1 – 2 yang terbawah tetap tinggal. Jumlah benang sari 3, tangkai putik 2, kepala putik ungu, muncul di tengah-tengah anak bulir. Terutama di daerah dengan musim kemarau yang tegas, di daerah cerah matahari dengan ketinggian 1 – 1650 m.
10. Ottochloa nodosa

Gulma tahunan, famili poaceae, berupa rumput, tumbuh menjalar yang bagian atasnya tegak, tinggi mencapai 2,5 m; buluh bulat, licin, bagian bawah berongga. Daun bulat telur hingga lanset atau berbentuk pita dengan permukaan licin atau berbulu. Bunga malai, anak bulir berwarna hijau atau keunguan; tumbuh di tempat terbuka atau agak terlindung, ketinggian hingga 900 dpl.

11. Axonopus compressus/ jukut pahit/ papaitan

Berasal dari Amerika tropis. Rumput menahun, membentuk bahan jerami di tanah dengan batang yang tidak menarik membuat sudur antar-ruas, batang berdarun 1 – 2, dan tunas menjalar yang bercabang, kerapkali berwarna keungu-unguan, tinggi 0.2 – 0.5 m. Batang massif, tertekan sisi, beralur dalam pada sebuah sisi. Pelepah daun pipih sekali menjadi satu dengan batang, dengan punggung berlunas, pad pangkal dengan rambut putih dalam karangan. Lidah sangat pendek. Helaian daun lanset, dengan tepi kasar, 2.5 – 37 kali 0.6 – 1.6 cm. Tangkai karangan bunga langsing. Bulir pada satu sisi, panjang 3 – 11 cm. Anak bulir berseling kiri dan kanan, menempel pada poros, bentuk memanjang, panjang kurang lebih 2.5 mm. Benang sari 3, tangkai putik 2. kepala putik besar, muncul ke samping, putih. Tumbuh pada daerah lembab dengan ketinggian 1 – 1400 m.

12. Paspalum conjugatum/ Rumput Pahitan/ Suket paitan
Paspalum conjugatum adalah gulma yanag tergolong dalam famili Paniceae. Gulma ini dapat tumbuh menjalar dan banyak terdapat di perkebunan-perkebunan.
Tumbuhan parenial ini berasal dari daerah Amerika Tropis dan pada dewasa ini dapat dijumpai menyebar ke daerah tropis dan sub tropis (Kassasian, 1971)
penyebaran utama melalui biji dan akar stolon. Melalui biji, gulma ini nampaknya lebih mempunyai potensi dalam penyebarannya, karena produksi biji dari gulma ini cukup tinggi. Biji gulma ini mudah sekali melekat pada benda-benda yang melintas, sehingga menjamin penyebaran gulma cukup luas.

13. Cyperus rotundus/Teki

herba menahun, tinggi 0.1 – 0.8 m. Batang tumpul sampai persegi tiga tajam. Daun berjumlah 4 – 10 helai dan letaknya berjejal pada pangkal batang, dengan pelepah daun yang tertutup tanah, helaian daun bentuk garis, dari atas hijau tua mengkilat, 10 – 60 kali 0.2 – 0.6 cm. Anak bulir terkumpul menjadi bulir yang pendek dan tipis, dan keseluruhan terkumpul lagi menjadi berbentuk panjang. Daun pembalut berjumlah 3 – 4, tepi kasar, tidak merata. Jari-jari payung 6 – 9, pangkal tertutup oleh daun pelindung yang berbentuk tabung, yang t erpanjang 3 – 10 cm, yang terbesar sekali lagi bercabang. Anak bulir 3 – 10 berkumpul dalam bulir, duduk, berbetnuk garis, sangat gepeng, coklat, panjang 1 – 3 cm, lebar 2 mm, berbunga 10 – 40. sekam dengan punggung hijau dan sisi coklat, panjang kurang lebih 3 mm. Benang sari 3, kepala sari kuning cerah. Tangkai putik bercabang 3. buah memanjang sampai bulat telur terbalik, persegi tiga, coklat, panjang kurang lebih 1.5 mm. Dapat tumbuh pada bermacam-macam keadaan tanah, dengan ketinggian 1 – 1000 m.
gulma ini selalu terdapat pada segala tanaman budidaya di darat maupun di daerah yang tidak dibudidayakan dengan tanaman pertanian.
Golongan ini termasuk keluarga teki-tekian atau cyperaceae. Kemampuan gulma ini untuk beradaptasi di segala jenis tanah sangat tinggi, sehingga menjamin luasnya daerah penyebaran.
Bagian tumbuhan yang terdapat di bawah tanah biasanya terdiri dari akar, akar rimpang, dan umbi. Gulma ini termasuk golongan hulma tahunan dan berkembang biak terutama dengan umbinya. Umbi yang pertama dibentuk kira-kira 3 minggu setelah pertumbuhan. Umbi yang terbentuk akan membentuk akar rimpang yang kemudian akan membentuk umbi lagi. Semua umbi akan membentuk banyak akar tambahan, sehingga dalam jangka waktu 6 minggu sudah terbentuk sistem akar, akar rimpang dan umbi yang saling berhubungan.
Umbi gulma ini dapat tumbuh pada suhu sekitar 13 – 14°C, suatu sifat yang dapat penyebarannya baik di daerah tropis ataupun daerah sub tropis. Suhu optimum untuk pertumbuhan teki berkisar antara 30 – 35°C.

14. Echhornia crassipees/Eceng Gondok /Bengak

Eceng gondok term asiuk perennial yang dapat mengapung bebas bila air dalam dan berakar di dasar bila air dangkal. Batang dengan buku pendek, garis tengah 1-2.5 cm, panjang 1-30 cm. Akar bertudung akar tidak brrcabang dan tidak berbulu. Stolon bergaris tengah 0.5-2 cm, panjang sampai 40 cm atau tumbuh pendek jika tumbh rapat; wartna keunguan. Tangkai daun, berbatasan dengan tulang daun yang menyempit, mempunyai bagian yang menggelembung seperti gondok umtuk mrngapung. Bunga tidak bertangkai, tersusun melingkar poros, sepanjang tahun dan dapat berbunga secara serempak.
Berkembang biak dengan stolon (vesetatif) dan juga generatif. Perkembangbiakan secara vegetatif memegang peran penting dalam pembentukan koloni. Eceng gondok hampir tiap tahun berbunga, dan setelah 20 hari terjadi penyerbuhan buah masak, lepas dan pecah, biji masuk ke dasar air (biji 5-6 ribu per tanaman dengan masa hidup ± 15 tahun).
15. Limnocharis flava /Genjer/gendot



16. Mikania micranta/Mikania/sembung rambat


17. Echinocloa colonum/Jajagoan

Merupakan tumbuhan setahun dalam rumpun padat, batang tegak atau menghampar dipermukaan tanah. Panjang pelepah daun sebanding dengan panjang helai daunnya. Pangkal helai daun lebar, ujungnya lancip. Bunga majemuk berbentuk malai, setiap malai mengandung 3-8 tandan, setiap tandan tersusun rapi, bentuknya bulat telur sampai bulat. Gulma jenis diareal pertanian ditemui pada tanaman padi (disawah).

18. Andropogon aciculatus/Rumput jarum/domdoman

Andropogan aciculatus yang dusebut juga dalam bahasa Indonesia rumput jarum, suket domdoman (Jawa), bajang-bajang (Sunda), Repha pele (Madura), kalikikanji (Sumatera Barat). Gulma ini termasuk tumbuhan tahunan, batang tegak mencapai 0,25 sampai 0,75 meter. Bentuk daun pita atau garis bagian ujung meruncing, panjang daun 2- 20 cm dan lebar 4-9 mm. Bunga merupakan bunga majemuk terdapat diujung batang yang tegak (bukan merayap) seperti bunga padi-padian yang tersusun dalm tandan atau malai yang banyak cabang. Panjang 5-12 cm, mempunyai tangkai bunga yang berbulu. Warna bunga keugu-unguan dengan bentuk karangan, anak bulir bunga berbentuk lanset dengan ujung meruncing. Menpunyai akar tunggal yang kuat. Berkembang biak dengan anak bulir.






19. Imperata cylindrica /Alang-alang/ilalang

Alang-alang adalah tumbuhan tahunan dengan rimpang lunak, menjalar, bercabang- cabang, dan panjangnya dapat melebihi 1 m. Batang tegak, tingginya 1-3 m dan mempunyai 1-8 buku, buku tersebut ditumbuhi oleh bulu-bulu halus. Pelepah daunnya berbulu tepinya. Helai daun pangkalnya lebar dan menyempit arah keujung, lidah daun tipis sepaerti membran. Bunga majemuk berbentuk malai berwarna putih yang padat. Gulma jenis ini diareal pertanian merupakan gulma darat yang paling sulit diberantas. Dikarenakan, pada alang daya kompetisinya sangat tinggi ditambah lagi alat perkembangbiakan rhizoma serta memiliki allelopat yang tinggi pula.


20. Leersia hexandra /Jukut








TUGAS
ILMU GULMA
“ Nama-Nama Gulma ”






OLEH :
NAMA : Arie Setiana Putra
NIM : 0705505005
P.S : Arsitektur Pertamanan



JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2009

Elemen perancangan kota

Bab I
Pendahuluan

1.1 Perancangan Kota
Perancangan Kota ( Urban Design) : menitikberatkan pengguna (user). Fasilitas pelayanan umum di lapangan, bentuk-bentuk aktivitas, infrastruktur dll. Karakteristik Perancangan Kota (Urban Design) sulit dibedakan dengan perencanaan kota secara luas, sehingga beberapa konsep yang dikemukakan oleh Yokio Nishimura (1999) bahwa ada elemen-elemen urban design yang dapat membedakan dengan jelas dengan desain yang lain: Bagaimana menentukan langkah awal untuk mengevaluasi kedudukan dan sejarah ruang-ruang kota tersebut? Pendekatan yang terbaik dalam urban design adalah mempertimbangkan aspek sosial yang berkaitan dengan ruang- ruang kota yang ada. Urban design didasarkan pada persepsi dari ruang-ruang kota (urban spaces) sebagai objek yang dapat direkayasa atau dimodifikasi. Sehingga perlu strategi yang dapat menciptakan bentuk yang melebihi keadaan semula, seperti usaha revitalisasi elemen peninggalan yang ada di kota dengan memperhitungkan perubahan fisik penting dan pengaruh terhadap kegiatan penghuninya. Urban design merupakan bagian dari kota, sehingga fungsi dari perancangan tersebut harus berkaitan dengan fungsi- fungsi bagian kota yang lain, dan secara menyeluruh merupakan bagian dari jaringan yang ada. Urban design dapat merefleksikan strategi kebijakan secara integral, sehingga tidak terjadi ketimpangan program dalam pembangunan. Urban design tidak hanya merupakan konsep estetika, tetapi suatu proses pengambilan keputusan termasuk aspek sosiologi kota dengan mengacu pada strategi global. Oleh karena itu perencanaan kegiatan harus jelas tujuannya, berdasarkan prediksi pada masa mendatang . Hasil dari urban design menitikberatkan pada masalah yang penting atau mendesak bagi kehidupan manusia dan kegiatan kotanya. Urban design adalah suatu bentuk perancangan yang berkelanjutan dan tidak akan pernah selesai (never ending movement), persoalan baru selalu ada setiap saat seiring dengan tuntutan kebutuhan manuasia yang selalu berkembang dengan teknologi yang semakin modern. Urban design terdiri dari desain perangkat keras (hard ware) dan desain lunak (soft space). Perangkat keras merupakan desain fisik, sedangkan perangkat lunak merupakan alat control efektif. Perubahan struktur ruang kota secara internal dapat dicapai dengan pendekatan terhadap perilaku dari individu-individu penghuni kota tersebut. Keterkaitan antara perangkat keras dan lunak merupakan satu konsep yang harus diperhitungkan dalam perancangan kota (urban design)

1.2 Ruang Publik Sebagai Elemen Perancangan Kota
Berbicara masalah elemen dalam Urban Design, terdapat banyak pendapat yang berlainan. Ada yang berpikir bahwa masalah utama dalam urban design adalah faktor keindahan, sehingga elemen yang perlu dipikirkan antara lain: pepohonan, perabot jalan, paving, trotoar, penerangan, tanda-tanda asesori kota dan sebagainya. Lingkup urban design seperti yang telah diketahui, merupakan bagian dari proses perencanaan kota yang berkaitan dengan masalah kualitas fisik lingkungan. Dalam praktik tidak dapat sepenuhnya memasukkan semua elemen atau komponen kota ke dalam objek perancangan yang sudah terbentuk sebelumnya, karena akan mengalami berbagai kesulitan. Ruang-ruang yang berada di antara bangunan disebut ruang publik dalam urban design.
Design Plan di San Francisco lahun 1970 yang berusaha menghubungkan 4 kelompok ruang-ruang; (1) Bentuk dan kesan secara internal (internal pattern and image), (2) Bentuk dan kesan secara eksternal (externalform and image), (3) Parkir dan sirkulasi (circulation and parking), lebih berkaitan dengan melihat jalan dan karakteristiknya, baik dari aspek kualitas perawatan, luasan, susunan, kemonotonan, kejelasan dari rute, orientasi ke tujuan, aman, kemudahan sirkulasi, persyaratan parkir dan lokasinya. (4) Kualitas lingkungan (quality of environment) (Shirvani, 1985; Darmawan, 2003). Dalam menilai Kualitas Lingkungan delapan faktor yang harus diperhatikan yakni: (1) kecocokan dalam penggunaan lahan, (2) keberadaan elemen-elemen alami, (3) arah ke ruang terbuka, (4) pandangan yang menarik dari tampak potongan membujur jalan, (5) kualitas dari sudut-sudut pemandangan, (6) kualitas perawatan, (7) kebisingan, dan (8) klimatologi. Dulu para desainer lebih memperhatikan aspek internal pattern image dan external form and image (Gifford.R, 1987; Heimsath.C,1980), karena kedua aspek ¡ni lebih berorientasi pada aspek fisik dalam urban design- Terutama elemen fisik yang lebih spesifik seperti plaza, mall, area tempat duduk, pohon-pohon, lampu-lampu hias atau elemen lain yang spesifik bagi lingkungan masyarakat setempat. Beberapa analisis terhadap elemen urban design menghasilkan beberapa variasi bentuk. kebijakan, perancangan, pedoman perancangan, program lain di kota-kota yang berlainan. Dari beberapa pengalaman dalam praktik, untuk menentukan elemen-elemen dalam urban design yang saling terkait satu dengan yang lain. Hamid Shirvani (1985), menentukan elemen urban design dalam delapan kategori sebagai berikut: ( I ) Tata guna lahan. (2) Bentuk bangunan dan massa bangunan (Krier.R, ! 979), (3) Sirkulasi dan ruang parker (Childs.M. 1999) (4) Ruang terbuka. (5) Jalan pedestrian
1.3 Tipologi Ruang Publik
Dari perkembangan sejarah, ruang publik kota memberi pandangan yang lebih luas tentang bentuk variasi dan karakternya. Pengertian ruang publik secara singkat merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Sikap dan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi juga berpengaruh terhadap tipologi ruang kota yang direncanakan. Asesori ruang publik yang harus disediakan semakin berkembang, baik dari segi kualitas desain, bahan dan perawatannya. Misalnya: papan-papan informasi dan reklame, tempat sampah, telpon boks, lampu-lampu, dsb. Tipologi ruang publik ini memiliki banyak variasi yang kadang-kadang memiliki perbedaan yang tipis sehingga seolah-olah member pengertian yang tumpang tindih (overlapping). Menurut Stephen Carr (1992) ruang publik dibagi menjadi beberapa tipe dan karakter sebagai berikut:
A. Taman Umum (Public Parks)
Berupa Lapangan / taman di pusat kota dengan skala pelayanan yang beragam sesuai dengan fungsinya. Tipe ini ada tiga macam yaitu : Taman Nasional {National Parks). Skala pelayanan taman ini adalah tingkat nasional, lokasinya berada di pusat kota. Bentuknya berupa zona ruang terbuka yang memiliki peran sangat penting dengan luasan melebihi taman-taman kota yang lain, dengan kegiatan yang dilaksanakan berskala nasional. Di samping sebagai landmark Kota Jakarta juga dapat sebagai Landmark nasional, terutama tugu monument yang didukung dengan elemen asesori kota yang lain seperti air mancur, jalan pedestrian yang diatur dengan pola-pola menarik, di samping taman dan penghijauan di sekitar kawasan tersebut (Simonds.J.O, 1961). Taman Pusat Kota (Downtown Parks) Taman ini berada di kawasan pusat kota, berbentuk lapangan hijau yang dikelilingi pohon-pohon peneduh atau berupa hutan kota dengan pola tradisional atau dapat pula dengan desain pengembangan baru. Areal hijau kota yang digunakan untuk kegiatan- kegiatan santai dan berlokasi di kawasan perkantoran, perdagangan, atau perumahan kota. Contohnya lapangan hijau di lingkungan perumahan atau perdagangan/perkantoran.
• Taman Lingkungan (Neighborhood Parks)
Ruang terbuka yang dikembangkan di lingkungan perumahan untuk kegiatan umum seperti bermain anak-anak, olahraga dan bersantai bagi masyarakat di sekitarnya. Contohnya taman dikompleks perumahan.
• Taman Kecil (Mini Parks),
Taman kecil yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan, termasuk air mancur yang digunakan untuk mendukung suasana taman tersebut. Contonhnya taman-taman di sudut-sudut lingkungan/setback bangunan.

B. Lapangan dan Plasa (Squares and Plazas)
Merupakan bagian dari pengembangan sejarah ruang publik kota plaza atau lapangan yang dikembangkan sebagai bagian dari perkantoran atau bangunan komersial. Dapat dibedakan menjadi Lapangan Pusat Kota (Central Square) dan Plasa pengikat (Corporate Plaza).
a) Lapangan Pusat Kota (Central Square)
Ruang publik ini sebagai bahan pengembangan sejarah berlokasi di pusat kota yang sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan formal seperti upacara-upacara peringatan hari nasional, sebagai rendevous point koridor-koridor jalan di kawasan tersebut. Di samping untuk kegiatan-kegiatan masyarakat baik sosial, ekonomi, maupun apresiasi budaya. Contohnya adalah alun-alun Kota Purworejo (Darmawan, 2003).
b) Plaza Pengikat {Corporate Plaza)
Plaza ini merupakan pengikat dari bangunan bangunan komersial atau perkantoran, berlokasi di pusat kota dan pengelolaannya dilakukan oleh pemilik kantor atau pemimpin kantor tersebut secara mandiri.
C. Peringatan (Memorial)
Ruang publik yang digunakan untuk memperingati memori atau kejadian penting bagi umat manusia alau masyarakat ditingkat lokal atau nasional, (contoh Tugu pahlawan Surabaya, Tugu Muda Semarang).
D. Pasar (Markets)
Ruang terbuka atau ruas jalan yang dipergunakan untuk transaksi biasanya bersifat temporer atau hari tertentu. Contoh : kegiatan pasar krempyeng (sementara) yang berlokasi di depan Java Mall dan Pasar Petcrongan Semarang di waktu fajar.
E. Jalan (Streets)
Ruang terbuka sebagai prasarana transportasi. Menurut Stepen Carr (1992) dan Rubeinstein.H (1992) tipe ini dibedakan menjadi Pedestrian Sisi Jalan (Pedestrian Sidewalk), Mal Pedestrian (Pedestrian Mall), Mal Transit (Mall Transit), Jalur Lambat (Traffic Restricted Streets) dan Gang Kecil Kota (Town Trail).
a) Pedestrian sisi jalan (Sidewalk Pedestrian)
Bagian ruang publik kota yang banyak dilalui orang yang sedang berjalan kaki menyusun jalan yang satu yang berhubungan dengan jalan lain. Letaknya berada di kiri dan kanan jalan.
b) Mal Pedestrian (Pedestrian Mall)
Suatu jalan yang ditutup bagi kendaraan bermotor, dan diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Fasilitas tersebut biasanya dilengkapi dengari asesori kota seperti pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota. Contoh : Harajaku depan stasiun TV NHK Jepang setiap hari Minggu pagi.
c) Mal Transit (Transit Mali)
Pengembangan pencapaian transit untuk kendaraan umum pada penggal jalan tertentu yang telah dikembangkan sebagai pedestrian area.

d) Jalur Lambat (Traffic Restricted Streets)
Jalan yang digunakan sebagai ruang terbuka dan diolah dengan desain pedestrian agar lalu lintas kendaraan terpaksa berjalan lamban, disamping dihiasi dengan tanaman sepanjang jalan tersebut atau jalur jalan sepanjang jalan utama yang khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan bukan bermotor.
e) Gang Kecil (Town Trail)
Gang-gang kecil ini merupakan bagian jaringan jalan yang menghubungkan ke berbagai elemen kota satu dengan yang lain yang sangat kompak. Ruang publik ini direncanakan dan dikemas untuk mengenal lingkungan lebih dekat lagi. Contoh : kawasan wisata Brugess di Belgia atau kawasan Menara Kudus (Darmawan,2003; Rubeinstein.H, 1992)
F. Tempat Bermain (Playground)
Ruang publik yang berfungsi sebagai arena anak-anak yang dilengkapi dengan sarana permainan, biasanya berlokasi di lingkungan perumahan. Tipe ini terdiri dari Tempat Bermain (Playground) atau Halaman Sekolah {Schoolyard). (Darmawan, 2005; Simonds.J.O, 1961)
• Tempat Bermain (Playground)
Ruang publik ini berlokasi di lingkungan perumahan, dilengkapi peralatan tradisional seperti papan luncur, ayunan, dan fasilitas tempat duduk, disamping dilengkapi dengan alat permainan untuk kegiatan petualangan.
• Halaman Sekolah (Schoolyard)
Ruang publik halaman sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas untuk pendidikan lingkungan atau ruang untuk melakukan komunikasi.
G. Ruang Komunitas (Community open space)
Ruang kosong di lingkungan perumahan yang didesain dan dikembangkan serta dikelola sendiri oleh oleh masyarakat setempat. Ruang komunitas ini berupa taman
masyarakat (Community Garden). Ruang ini dilengkapi dengan fasilitas penataan taman termasuk gardu pemandangan, areal bermain, tempat-tempat duduk dan fasilitas estetis lain. Ruang ini biasanya dikembangkan di tanah milik pribadi atau tanah tak bertuan yang tidak pernah dirawat (Cullen, 1986).

H. Jalur Hijau dan Jalan Taman (Greenways andParkways)
Merupakan jalan pedestrian yang menghubungkan antara tempat rekreasi dan ruang terbuka, yang dipenuhi dengan taman dan penghijauan.

I. Atrium/Pasar di Dalam Ruang (Atrium/Indoor MarketPlace)
Tipe ini dibedakan menjadi dua yaitu atrium dan pasar/ pusat perbelanjaan di pusat kota (Market Place/ downtowshopping center) (Darmawan, 2005).
• Atrium
Ruang dalam suatu bangunan yang berfungsi sebagai atrium, berperan sebagai pengikat ruang-ruang di sekitarnya yang sering digunakan untuk kegiatan komersial dan merupakan pedestrian area. Pengelolaanya ditangani oleh pemilik gedung atau pengembang/investor.
• Pasar/pusat perbelanjaan di pusat kota (market place/downtown shopping center).
Biasanya memanfaatkan bangunan tua yang kemudian direhabilitasi ruang luar atau ruang dalamnya sebagainya, ruang komersial. Kadang-kadang dipakai sebagai festival pasar dan dikelola sendiri oleh pemilik gedung tersebut
J. Ruang di Lingkungan Rumah (Found/NeighborhoodSpaces)
Ruang publik ini merupakan ruang terbuka yang mudah dicapai dari rumah, seperti sisa kapling di sudut jalan atau tanah kosong yang belum dimanfaatkan dapat dipakai sebagai tempat bermain bagi anak-anak atau tempat komunikasi bagi orang dewasa atau orang tua.

K. Waterfront
Ruang ini berupa pelabuhan, pantai, bantaran sungai, bantaran danau atau dermaga. Ruang terbuka ini berada di sepanjang rute aliran air di dalam kota yang dikembangkan sebagai taman untuk waterfront (Torre.L.A, 1989).

Menurut Shirvani.H{ 1985:57), ada 6 kriteria desain tak terukur antara lain:
a. Pencapaian (access)
Access memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi para pengguna untuk mencapai tujuan dengan sarana dan prasana transporatasi yang mendukung kemudahan aksesibilitas yang direncanakan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan pengguna sehingga dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam menjalankan aktivitasnya. Fasilitas untuk aksesbilitas ini hendaknya dalam perencanaan dan perancangannya memperhatikan tatanan, letak, dan sirkulasi, dimensi (Lynch, 1976).
b. Kecocokan (compatible)
Kecocokan adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi, kepadatan, skala dan bentuk masa bangunan.
c. Pemandangan (view)
Pemandangan berkaitan dengan aspek kejelasan yang terkait dengan orientasi manusia terhadap bangunan. View dapat berupa landmark. Nilai visual ini dapat diperoleh dari skala dan pola serta warna, tekstur, tinggi dan besaran.
d. Identitas (identity)
Identitas adalah niiai yang dibuat atau dimunculkan oleh objek (bangunan/manusia) sehingga dapat ditangkap dan dikenali oleh indera manusia. //lí/e/i/íiydikenal juga dengan citra (Darmawan, 2003).
e. Rasa (sense)
Rasa kesan atau suasana yang ditimbulkan. Sense ini biasanya merupakan simbol karakter dan berhubungan dengan aspek ragam gaya yang disampaikan oleh individu/kelompok bangunan atau kawasan (Lynch.K, 1976;Steele.F, 1981).


f. Kenyamanan (Inability)
Kenyamanan adalah kenyamanan untuk tinggal atau rasa kenyamanan untuk tinggal atau beraktivitas di suatu kawasan/obyek (Darmawan, 2003)

1.4 Teori Desain Ruang Kota
Kota merupakan satuan wilayah yang merupakan simpul jasa distribusi, berperan memberikan pelayanan pemasaran terhadap wilayah pengaruhnya, luasnya ditentukan oleh kepadatan jasa distribusi yang bersangkutan (bukan pengertian kota dengan administrasi Pemerintah,tetapi berkaitan dengan jaringan jalan)
Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. Dalam konteks administrasi pemerintahan di Indonesia, kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang walikota
Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan Kevin Lynch untuk desain ruang kota:
a. Legibillity (kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.
b. Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya
c. Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.
d. Visual and symbol conection
o Visual conection
Visual conection adalah hubungan yang terjadi karena adanya kesamaan visual antara satu bangunan dengan bangunan lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan image tertentu. Visual conection ini lebih mencangkup ke non visual atau ke hal yang lebih bersifat konsepsi dan simbolik, namun dapat memberikan kesan kuat dari kerangka kawasan
Dalam pengaturan suatu landuse atau tata guna lahan, relasi suatu kawasan memegang peranan penting karena pada dasarnya menyangkut aspek fungsional dan efektivitas. Seperti misalnya pada daerah perkantoran pada umumya dengan perdagangan atau fungsi-fungsi lain yang kiranya memiliki hubungan yang relevan sesuai dengan kebutuhannya.

o Symbolic conection
Symbolic conection dari sudut pandang komunikasi simbolik dan cultural anthropology meliputi:
 Vitality
Melalui prinsip-prinsip sustainance yang mempengaruhi sistem fisik, safety yang mengontrol perencanaan urban struktur, sense seringkali diartikan sebagai sense of place yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang memiliki keunikan dan karakteristik suatu kota.
 Fit
Menyangkut pada karakteristik pembangkit sistem fisikal dari struktur kawasan yang berkaitan dengan budaya, norma dan peraturan yang berlaku


Bab II
Pembahasan
2.1 Elemen Dasar Kota
Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk wajah kota, yaitu:
• Paths (Direction)
Adalah jalur-jalur sirkulasi yang digunakan oleh orang untuk melakukan pergerakan. Setiap kota mempunyai jaringan jalur utama (mayorontes dari sebuah lingkungan, jaringan jalur minor. Jaringan jalan raya kota adalah jaringan paths untuk keseluruhan kota
Contoh paths pada kota Denpasar misalnya jalur pejalan kaki dan jalan raya (Jl. Gajah Mada dan sekitarnya)

• Edges (Territorial Boundary)
Adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan. Pinggiran dari sebuah districts atau batas-batas districts antara districts yang satu dengan yang lainnya. Edges berupa dinding, pantai hutan kota, sungai dan lain-lain.
Contoh edges pada kota Denpasar misalnya dinding pada gedung-gedung pertokoan di Jl.Gajah Mada dan jalur pepohonan/tanaman, Sungai Badung

• Districts
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.
Contoh districts pada kota Denpasar adalah kawasan Gajah Mada (meliputi Pasar Badung dan komplek pertokoan di Jl. Gajah mada)

• Nodes
Adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda. Sebuah titik konsentrasi dimana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat mengumpulnya karakter fisik.
Contoh Nodes pada kota Denpasar misalnya bundaran pada Patung Catur Muka dan Perempatan di Jl. Gajah Mada


• Landmark
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan fisik buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.
Contoh landmark pada kota denpasar misalnya Patung Catur Muka dan Patung Puputan Badung .



2.2 Elemen Asesori Kota
Secara umum elemen asesori kota dikelompokkan menjadi :
a. Asesori kota yang bertujuan menambah keindahan kota
Contoh; Taman kota ( Lapangan Puputan Badung)

b. Asesori kota untuk tujuan penerangan
Contoh; Lampu taman/ jalan

c. Asesori kota untuk berbagai tanda khusus
- Yang bersifat directional (penunjuk arah)

- Yang bersifat informational (informasi)

- Yang bersifat identification (identitas)

- Yang bersifat regulatory (pengaturan)

d. Asesori kota untuk fungsi-fungsi yang lain, seperti untuk menambah estetika, kebersihan, tempat istirahat, jasa, telekomunikasi, dsb.
Misalnya, , bangku taman, tempat sampah, pot tanaman, kotak pos, telepon umum


BabIII
Penutup

3.1 Kesimpulan
• Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk wajah kota yaitu Paths (Direction), Edges (Territorial Boundary), Districts, Nodes, Landmark.
• Paths (Direction) adalah jalur-jalur sirkulasi yang digunakan oleh orang untuk melakukan pergerakan
• Edges (Territorial Boundary) adalah elemen yang berupa jalur memanjang yang menjadi batas antara districts yang satu dengan yang lainnya
• Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.
• Nodes adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda.
• Landmark
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan fisik buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.
• Secara umum elemen asesori kota dikelompokkan menjadi 5 yaitu asesori kota yang bertujuan menambah keindahan kota, asesori kota untuk tujuan penerangan, asesori kota untuk berbagai tanda khusus, asesori kota untuk fungsi-fungsi yang lain.










Daftar Pustaka



teori urban desain « pReSty LaRaSati.htm
forumdetil.asp.htm
Balchin, P., N., Isaac, D. and Chen, J., Urban
economics; a global perspective, Palgrave,
Hampshire, 2000.

Habitat, An urbanizing world; global report on
human settlements 1996, Oxford University
Press, New York, 1996.

Habitat, Cities in a globalizing world; global
report on human settlements 2001, Earthscan Publications Ltd, London, 2001.

Sassen, S., The global city , Princeton University Press, New Jersey, 2001.

Sumber daya alam pertanian

SUMBER DAYA ALAM
Sumber daya alam yang berkaitan dengan pertanian antara lain :
A. Lahan dan Jenis Pengairan
B. Iklim
Lahan dan Jenis Pengairan
1. Bidang lahan adalah suatu hamparan milik/dikuasai seseorang dan dibatasi oleh penguasaan lahan orang lain ataupun batas-batas alam lainnya seperti sungai, jalan umum, hutan, selokan dan semacamnya.
2. Petak lahan adalah bagian dari bidang lahan yang dibatasi oleh saluran dan atau galengan, tanaman maupun batas-batas lainnya.
3. Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut. Termasuk di sini lahan yang terdaftar di Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru (transmigrasi dan sebagainya).
Berdasarkan pengairannya lahan sawah dibedakan menjadi :
a. Lahan Sawah Berpengairan (Irigasi).
Lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat.
Lahan sawah irigasi terdiri atas :
1). Lahan sawah irigasi teknis adalah .
lahan sawah yang mempunyai jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh PU. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunan permanennya.
2). Lahan sawah irigasi setengah teknis.
lahan sawah yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis. Sama halnya dengan pengairan teknis, namun dalam hal ini PU hanya menguasai bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur pemasukan air, sedangkan pada jaringan selanjutnya tidak diukur dan tidak dikuasai oleh PU. Ciri-ciri irigasi setengah teknis: Air dapat diatur seluruh sistem, tetapi yang dapat diukur hanya sebagian (primer/sekunder). Bangunan sebagian belum permanen (sekunder/tersier), primer sudah permanen
3). Lahan sawah irigasi sederhana.
Lahan sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi sederhana yang sebagian jaringannya (bendungan) dibangun oleh P U. Ciri-ciri irigasi sederhana: Air dapat diatur, bangunan-bangunannya belum/tidak permanen (mulai dari primer sampai tersier)
4). Lahan sawah irigasi non PU.
Lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem pengairan yang dikelola sendiri oleh masyarakat atau irigasi desa.
b. Lahan Sawah Tak Berpengairan (Non Irigasi)
Lahan sawah yang tidak memperoleh pengairan dari sistem irigasi tetapi tergantung pada air alam seperti : air hujan, pasang surutnya air sungai/laut, dan air rembesan.
Lahan sawah tak berpengairan (non irigasi) meliputi :
1). Lahan Sawah Tadah Hujan adalah lahan sawah yang bergantung pada air hujan.
2). Lahan Sawah Pasang Surut adalah lahan sawah yang pengairannya tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.
3). Lahan Sawah Lebak adalah adalah lahan sawah yang pengairannya berasal dari reklamasi rawa lebak (bukan pasang surut).
4). Polder adalah lahan sawah yang terdapat di delta sungai yang pengairannya dipengaruhi oleh air sungai tersebut.
5). Sawah lainnya adalah rembesan - rembesan rawa yang biasanya ditanami padi.
6). Lahan sawah yang sementara tidak diusahakan adalah adalah lahan sawah yang karena beberapa alasan misalnya tidak ada tenaga, adanya OPT maka selama lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2 tahun tidak diusahakan. Bila lahan tersebut tidak diusahakan lebih dari 2 tahun dianggap lahan bukan sawah.

4. Lahan bukan sawah adalah semua lahan selain lahan sawah seperti lahan pekarangan, huma, ladang, tegalan/kebun, lahan perkebunan, kolam, tambak, danau, rawa, dan lainnya. Lahan yang berstatus lahan sawah yang sudah tidak berfungsi sebagai lahan sawah lagi, dimasukkan dalam lahan bukan sawah.
Lahan bukan sawah terdiri dari :
a. Pekarangan adalah halaman sekitar rumah termasuk yang dipakai untuk rumah/bangunan. Bila tanah sekitar rumah tersebut tidak jelas batas-batasnya dengan kebun/tegal maka dimasukkan ke dalam tanah kebun/tegal.
b. Ladang/Tegal/Kebun adalah lahan bukan sawah (lahan kering) yang ditanami tanaman semusim atau tahunan dan terpisah dengan halaman sekitar rumah serta penggunaannya tidak berpindah-pindah. Lahan yang dibiarkan kosong kurang dari satu tahun (menunggu masa penanaman yang akan datang), dianggap sebagai kebun/tegal apabila hendak ditanami tanaman musiman/tahunan atau dianggap sebagai lahan perkebunan apabila akan ditanami tanaman perkebunan.
c. Huma adalah bukan sawah (lahan kering) yang biasanya ditanami tanaman musiman dan penggunaannya hanya semusim atau dua musim, kemudian akan ditinggalkan bila sudah tidak subur lagi. Kemungkinan lahan ini beberapa tahun kemudian akan dikerjakan kembali jika sudah subur.
d. Penggembalaan/Padang rumput adalah lahan yang khusus digunakan untuk penggembalaan ternak. Lahan yang sementara tidak diusahakan (dibiarkan kosong lebih dari satu tahun dan kurang dari dua tahun) tidak dianggap sebagai lahan penggembalaan/padang rumput meskipun ada hewan yang digembalakan disana.
e. Lahan Bukan Sawah Yang Sementara Tidak Diusahakan adalah lahan yang biasanya diusahakan tetapi untuk sementara (lebih dari satu tahun dan kurang dari dua tahun) tidak diusahakan. Lahan yang dibiarkan kosong kurang dari satu tahun (untuk menunggu masa penanaman yang akan datang) dianggap sebagai lahan tegal/kebun, jika hendak ditanami tanaman perkebunan, maka dianggap sebagai lahan perkebunan.
f. Lahan Yang Ditanami Pohon/Hutan Rakyat :
Lahan ini meliputi lahan yang ditumbuhi kayu-kayuan/hutan rakyat termasuk bambu, sengon dan angsana, baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja ditanami misalnya semak-semak dan pohon-pohon yang hasil utamanya kayu. Kemungkinan lahan ini juga ditanami tanaman bahan makanan seperti padi atau palawija, tetapi tanaman utamanya adalah bambu/kayu-kayuan. Disini tidak termasuk lahan kehutanan (hutan liar, hutan negara, hutan di luar tanah usaha peternakan/pertanian).
g. Hutan (Negara) adalah lahan hutan yang berada di bawah pengawasan Dinas Kehutanan/Perhutani yang berada dalam wilayah kecamatan. Disini tidak termasuk hutan yang dibuka untuk transmigrasi yang ditempati 2 tahun atau lebih. Hutan yang dibuka untuk transmigrasi tetapi telah ditempati kurang dari 2 tahun tetap dimasukkan pada perincian ini.
h. Perkebunan adalah lahan yang ditanami tanaman perkebunan/industri seperti: karet, kelapa, kopi, teh dan sebagainya, baik yang diusahakan oleh rakyat ataupun perkebunan besar (onderneming) yang berada dalam wilayah kecamatan.
i. Lain-lain dalam hal ini adalah lahan lainnya yang belum termasuk pada perincian di atas, misalnya:
1). Jalan, saluran, lapangan olah raga dan lain-lain.
2). Lahan yang tidak dapat ditanami seperti lahan tandus, berpasir, terjal,dsb.
j. Rawa-rawa (yang tidak ditanami) adalah lahan yang luas dan tergenang air yang tidak dipergunakan untuk sawah.
k. Tambak adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan/saluran) untuk menahan/menyalurkan air payau yang biasanya digunakan untuk melakukan pemeliharaan bandeng, udang atau biota lainnya. Letak tambak tidak jauh dari laut dan airnya payau.
l. Kolam/Tebat/Empang adalah lahan yang digunakan untuk pemeliharaan/ pembenihan ikan dan biota lainnya, baik yang terletak di lahan sawah ataupun lahan kering.

Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca pada suatu daerah. Unsur-unsur yang menggambarakan keadaan cuaca meliputi suhu/temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan, angin dan penyinaran. Suhu/temperatur udara maksimum umumnya berkisar antara 34oC sampai 35oC, sedangkan suhu udara minimum berkisar antara 14oC sampai 15oC.Satuan curah hujan adalah mm, yang merupakan ketebalan air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap dan tidak mengalir.
Data diperoleh dari Publikasi BPS, Statistik Indonesia yang diolah dari Badan Metereologi dan Geofisika, Jakarta.


Teori perancangan kota


Teori Perancangan Kota
Menurut Tracik (1986) dalam suatu lingkungan permukiman ada rangkaian antara figure ground, linkage dan place.
1. Teori Figure Ground (solid-void plan)

A. Pengertian Tata Guna Lahan (Land Use)

Land use atau tata guna lahan adalah pengaturan mengenai penggunaan lahan dimana memerlukan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. Terdiri dari lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka (urban void). Pendekatan “figure ground” adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau mengolah pola “existing figure ground” dengan cara penambahan, pengurangan, atau pengubahan pola geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang terbuka Figure ground menekankan adanya “public civics space” atau “open space” pada kota sebagai figur. Melalui “figure ground plan” dapat diketahui antara lain pola atau tipologi, konfigurasi “solid void” yang merupakan elemental kawasan atau pattern kawasan penelitian, kualitas ruang luar sangat dipengaruhi oleh figur bangunan-bangunan yang melingkupinya, dimana tampak bangunan merupakan dinding ruang luar, oleh karena itu tata letak, bentuk dan fasade (bagian muka) sistem bangunan harus berada dalam sistem ruang luar yang membentuknya. Komunikasi antara privat dan publik tercipta secara langsung. Ruang yang mengurung (enclosure) merupakan void yang paling dominan, berskala manusia (dalam lingkup sudut pandang mata 25-30 derajat) void adalah ruang luar yang berskala interior, dimana ruang tersebut seperti di dalam bangunan, sehingga ruang luar yang “enclosure” terasa seperti interior. Diperlukan keakraban antara bangunan sebagai private domain dan ruang luar sebagai public dominan yang menyatu.



a. Urban solid
Solid adalah bentukan fisik dari kota, yaitu berupa bangunan-bangunan dan blok-blok kosong.
Tipe urban solid terdiri dari:
• Massa bangunan, monumen
• Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan
• Edges yang berupa bangunan
b. Urban void
Void adalah ruang kosong yang terdapat diantara bangunan-bangunan atau tatanan bangunan yang terbentuk oleh adanya ruang terbuka, misalnya jalan yang merupakan ruang penghubung antar bangunan.
Tipe urban void terdiri dari:
• Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara publik dan privat
• Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi privat sampai privat.
• Jaringan utama jalan dan lapangan bersifat publik karena mewadahi aktivitas publik berskala kota
• Area parkir publik bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi preservasi kawasan hijau
• Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini berupa daerah aliran sungai, danau dan semua yang alami dan basah.

B. Pembagian Tata Guna Lahan (Land Use)

Tata guna lahan (land use) terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Kawasan terbangun, meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perumahan fasilitas perkantoran, fasilitas rekreasi dan olah raga, fasilitas perdagangan dan jasa serta fasilitas umum.
b. Kawasan terbuka/tak terbangun,
• RTH (Ruang Terbuka Hijau) adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk areal memanjang/ jalur maupun dalam bentuk lain, dimana dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan dan pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuhan.
• Daerah konservasi adalah daerah yang maengandung arti perlindungan sumberdaya alam dan tanah tebuka serta pelestarian daerah perkotaan. Kawasan lindung diatur dalam keppres RI Nomor 32 tahun 1990.


2. Teori Keterkaitan (Lingkage)

Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau distrik yang satu dengan yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan sebagainya. Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Menurut Shirvani (1985), linkage menggambarkan keterkaitan elemen bentuk dan tatanan masa bangunan, dimana pengertian bentuk dan tatanan massa bangunan tersebut akan meningkatkan fungsi kehidupan dan makna dari tempat tersebut. Karena konfigurasi dan penampilan massa bangunan dapat membentuk, mengarahkan, menjadi orientasi yang mendukung elemen linkage tersebut.

A. Tipe-Tipe Teori Linkage Urban Space
Teori ini terbagi menjadi 3 tipe yaitu:
a. Compositional form
Bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung
b. Mega form
Susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis.
c. Group form
Bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini.

3. Teori Lokasi (Place)

Bila pada figure ground theory dan linkage theory ditekankan pada konfigurasi massa fisik , dalam place theory ditekankan bahwa integrasi kota tidak hanya terletak pada konfigurasi fisik morfologi, tetapi integrasi antara aspek fisik morfologi ruang dengan masyarakat atau manusia yang merupakan tujuan utama dari teori ini, melalui pandangan bahwa urban design pada dasarnya bertujuan untuk memberikan wadah kehidupan yang baik untuk penggunaan ruang kota baik publik maupun privat. Pentingnya place theory dalam spasial design yaitu pemahaman tentang culture dan karakteristik suatu daerah yang ada menjadi ciri khas untuk digunakan sebagai salah satu pertimbangan agar penghuni (masyarakat) tidak merasa asing di dalam lingkungannya. Sebagaimana tempat mempunyai masa lalu (linkage history), tempat juga terus berkembang pada masa berikutnya. Artinya, nilai sejarah sangat penting dalam suatu kawasan kota. Aspek spesifik lingkungan menjadi indikator yang sangat penting dalam menggali potensi, mengatur tingkat perubahan serta kemungkinan pengembangan di masa datang.
Teori ini berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian terhadap budaya dan karakteristik manusia terhadap ruang fisik. Space adalah void yang hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. Space ini akan menjadi place apabila diberikan makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan lokalnya.

A. Teori Desain Ruang Kota

Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan Kevin Lynch untuk desain ruang kota:
a) Legibillity (kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.

b) Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya

c) Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.
Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk wajah kota, yaitu:
• Paths
Adalah suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah. Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki, kanal, rel kereta api, dan yang lainnya.
• Edges
Adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan. Edges berupa dinding, pantai hutan kota, dan lain-lain.
• Districts
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.
• Nodes
Adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda. Sebuah titik konsentrasi dimana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat mengumpulnya karakter fisik.
• Landmark
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan fisik buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.

d) Visual and symbol conection
• Visual conection
Visual conection adalah hubungan yang terjadi karena adanya kesamaan visual antara satu bangunan dengan bangunan lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan image tertentu. Visual conection ini lebih mencangkup ke non visual atau ke hal yang lebih bersifat konsepsi dan simbolik, namun dapat memberikan kesan kuat dari kerangka kawasan
Dalam pengaturan suatu landuse atau tata guna lahan, relasi suatu kawasan memegang peranan penting karena pada dasarnya menyangkut aspek fungsional dan efektivitas. Seperti misalnya pada daerah perkantoran pada umumya dengan perdagangan atau fungsi-fungsi lain yang kiranya memiliki hubungan yang relevan sesuai dengan kebutuhannya.

• Symbolic conection
Symbolic conection dari sudut pandang komunikasi simbolik dan cultural anthropology meliputi:
 Vitality
Melalui prinsip-prinsip sustainance yang mempengaruhi sistem fisik, safety yang mengontrol perencanaan urban struktur, sense seringkali diartikan sebagai sense of place yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang memiliki keunikan dan karakteristik suatu kota.
 Fit
Menyangkut pada karakteristik pembangkit sistem fisikal dari struktur kawasan yang berkaitan dengan budaya, norma dan peraturan yang berlaku



Penutup
Tulisan tentang “Teori Perancangan Kota” ini dibuat berdasarkan sumber-sumber dari para ahli yang berkompeten dibidang ini. Memang masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, mohon dapat dimaklumi. Demikianlah teori-teori tentang perancangan kota ini dibuat. Semoga dapat bermanfaat, sekian dan terimakasih.

Daftar Pustaka


teori urban desain « pReSty LaRaSati.htm
forumdetil.asp.htm
Balchin, P., N., Isaac, D. and Chen, J., Urban
economics; a global perspective, Palgrave,
Hampshire, 2000.

Habitat, An urbanizing world; global report on
human settlements 1996, Oxford University
Press, New York, 1996.

Habitat, Cities in a globalizing world; global
report on human settlements 2001, Earthscan Publications Ltd, London, 2001.

Sassen, S., The global city , Princeton University Press, New Jersey, 2001.